Scroll untuk baca artikel
Terkini

Pialang yang Beternak Tikus – Puisi Lukman Wibowo

Redaksi
×

Pialang yang Beternak Tikus – Puisi Lukman Wibowo

Sebarkan artikel ini

Pialang yang Beternak Tikus

Kini akan kukisahkan kepadamu cerita tentang peternak tikus.
Cerita bagaimana ia memamahbiakan dengan biaya yang murah
namun menghasilkan untung yang meriah.
Mulanya ia adalah pemain uang serupa pialang serupa rente yang rakus.
Melipatgandakan angka-angka
dan memainkan ilusi mengenai uang di seluruh dunia.

Lalu tiba saatnya ia berpikir untuk mengendalikan satu otoritas penuh
dengan dinasti dan hukum yang perlu diperkukuh;
atas segala kekayaan di berbagai belahan bumi,
tak terkecuali kekayaan negeriku ini.
Maka perlu direproduksi sebanyak-banyaknya kaki tangan,
cecunguk, penjilat dan pelayan,
mata-mata, serta aparatur yang setia.

Saatnya beternak tikus.
Tapi ini bukan tikus sembarang tikus
Bukan tikus biasa yang tidak bisa dikendalikan,
namun tikus luarbiasa yang bisa ia kendalikan.

Teknik ternaknya adalah pembenihan dan pembesaran.
Ia juga melakukan teknik reproduksi penjelmaan:
sebuah teknik ajaib, dimana seekor bukan tikus bisa menjadi seekor tikus.
Pembenihan, pembesaran, dan penjelmaan diternakkan dalam satu kandang.
Lahan kandang yang cukup luas bersama kandungan alam yang menakjubkan.
Ohya, kandang itu baginya semacam satu negeri
yang terjerat hutang angka-angka kepadanya.

Di dalam kandang, tikus-tikus diperkawinkan.
Pembenihan telah dijalankan, pembesaran lalu dilanjutkan.
Trik sulap terbaiknya, dalam kerubung tikus,
seekor yang bukan tikus bisa dijelma menjadi tikus.
Dan sulap bukan sembarang sulap,
tikus dibenah menjadi rupawan;
bisa mengenakan seragam dan bersepatu kilap,
bisa pula berkopiah hitam lalu menjadi konsultan agama dan pembangunan.
Tikus-tikus dengan leluasa memangsa
dan menggerogoti apa saja dan dimana saja.
Sungguh menjijikan dan teramat menjijikan.

Berhubung aku jijik sendiri, sebaiknya kutuntaskan saja ceritaku ini.
Toh tentunya kamu sudah tahu kemana alur cerita ini akan bermuara.
Ya, sebuah sanepa tentang negeri yang dikerumuni tikus;
Ya, sebuah sanepa tentang negeri yang tak berdaya
lantaran digerogoti dari luar dan dalam.

Ohya, tentang siapa ia sang pemain uang, tentu kamu sudah mengetahui pula.
Ia adalah musuh kita bersama, musuh seluruh umat manusia.

LW – Wisma Budaya Ta, Satu jam menjelang subuh

Puisi yang Bermula dari Semesta

Pernahkah engkau melihat puisi yang berpuasa kata kata?
Puisi yang tak mewujud susunan aksara dan cetar suara.
Puisi yang sunyata serta segala tuna.

Ya ia adalah puisi yang bersemayam di hatimu.
Puisi yang berpusat pada kemanusiaanmu,
yang mewakili tawa riang semesta sekaligus tangisan duka jagad dunia.

Engkau wakilkan mereka,
maka dari semesta, puisi bermula.

Lalu puisi yang bersemayam,
engkau batalkan dari puasanya.
Yang sunyata engkau nyatakan
yang tuna engkau inderakan
yang berdiam engkau wakilkan.

Manusia penyair:
Khalifah di muka bumi!

LW – Semarang