BARISAN.CO – Pemerintah Pusat membuat istilah baru penanganan pandemi Covid-19, berlaku sepanjang 11-25 Januari, kebijakan itu dinamai Pengetatan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Pemprov DKI Jakarta yang saat ini sedang memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi menyambut baik kebijakan itu. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan pihaknya sebelumnya mengusulkan kepada pemerintah pusat agar diberlakukan kebijakan PSBB integratif antara Jakarta dengan daerah-daerah sekitarnya.
“Kebijakan Pemerintah Pusat itu memang harapan dan keinginan kita yang memang ingin kita sampaikan. Dan karena sudah dikeluarkan Pemerintah, kita sambut baik dan kita selalu koordinasi,” ujar Ariza, Kamis (7/1/2021).
Ariza menilai, kebijakan PSBB kadang tidak sama antara satu daerah dengan daerah yang lain baik dari segi substansi maupun periodeisasi. Kebijakan yang tidak sama akhirnya mengakibatkan PSBB tidak berjalan efektif untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 karena mobilitas warga dari Jakarta ke daerah-daerah penyangga atau sebaliknya sangat tinggi dan terkait satu sama lain.
Dilihat dari Instruksi Menteri Dalam Negeri No.1/2021, PPKM ini menghadirkan kebijakan lockdown tipis-tipis di sejumlah wilayah Jawa dan Bali.
Penerapan pembatasan itu meliputi beberapa poin utama, di antaranya membatasi kapasitas tempat kerja dengan WFH 75 persen, kegiatan belajar mengajar secara daring, hingga pembatasan jam buka kegiatan pusat perbelanjaan hingga pukul 19.00, sedangkan untuk tempat makan minum maksimal 25 persen
Dengan kebijakan ini, mobilitas masyarakat di Pulau Jawa dan Bali akan dimonitor secara ketat. Pemerintah juga akan meningkatkan operasi yustisi yang akan dilaksanakan Satpol PP, aparat kepolisian, dan unsur TNI.
Bila menengok kembali ke sejarah, Jakarta pernah memberlakukan kebijakan “Jakarta sebagai Kota Tertutup”. Hal itu terjadi di zaman kepemimpinan Ali Sadikin. Pada 1970, Bang Ali, sapaan akrabnya, memberlakukan kebijakan Jakarta sebagai Kota Tertutup. Hal ini untuk mengatur dan mengurangi laju perkembangan penduduk Jakarta.
Kebijakan itu kemudian diatur dalam Surat Keputusan Gubernur No lb.3/1/27/1970. Di dalamnya disebutkan Jakarta sebagai kota tertutup bagi pendatang baru dari daerah lain.
Ketika diberlakukan, dilansir dari Historia.id, kebijakan Ali Sadikin “menutup Jakarta” cukup mengejutkan publik. Peraturan menetapkan bahwa semua warga harus memiliki kartu tanda penduduk. Hanya mereka yang dapat membuktikan identitas sebagai penduduk tetaplah yang diizinkan menetap di Jakarta.