Dibandingkan dua gubernur sebelumnya Anies juga bicara lebih lepas. Beberapa pernyataannya menyerempet kebijakan rezim pusat. Misalnya ketika Anies berbicara tentang legasinya selama empat tahun ini.
“Alhamdulillah empat tahun ini dan memasuki lima tahun dan enam bulan lagi masuk pensiun. Soalnya ngak ada perpanjangan, Mas,” candanya merujuk pada wacana perpanjangan jabatan presiden dan penundaan Pemilu 2024.
Anies juga menyinggung tentang pejabat atau pemerintah yang seharusnya tidak mesti reaktif bila dikritik rakyat termasuk mahasiswa. Menurutnya mahasiswa itu sudah terbiasa berdebat dan mengkritik kenyataan.
“Karena itu kalau ada yang mengkritik tidak perlu dilaporkan,” kata Anies yang disambut tepuk tangan jamaah.
“Lanjut,” celetuk seorang jamaah.
“Ojo ngompori, Mas,” sambar Anies sambil tertawa.
Menurut Anies kritik dan perdebatan itu hal yang lumrah.
“Kalau di kampus ada rasa takut untuk berbicara tentang kenyataan maka kampus itu sedang mengalami masalah,” cetus Anies.
Selain Anies, gubernur lain yang terlihat lepas dan kocak adalah Ridwan Kamil. Sepertinya Kang Emil, demikian gubernur yang juga arsitek kaliber internasional itu, diawal sedikit gugup mungkin karena bukan di wilayahnya.
Maklum Kang Emil bukan alumnus UGM tidak seperti Anies atau Ganjar. Kang Emil yang juga jebolan ITB ini bercandanya kurang seru karena dia lebih hidup kalau lebih banyak menggunakan idiom-idiom Sunda.
Lebih parah Ganjar yang seharusnya maksimal dalam ceramahnya karena di kandang sendiri malah tak ubahnya seorang gubernur yang tengah berpidato di hadapan para pamongnya.
Ganjar terlihat kikuk dan lebih banyak bercerita tentang program kerja dan prestasinya selama jadi gubernur. Rupanya Ganjar terganggu dengan spanduk yang dibentangkan jamaah di antaranya bertuliskan “Kelestarian Alam Bagian dari Iman“.
Spanduk itu sebagai bentuk protes kepada Ganjar atas kebijakannya mengizinkan penambangan batu andesit di Desa Wadas, Purworejo untuk kepentingan pembangunan Waduk Bener yang termasuk proyek strategis Presiden Jokowi.