Scroll untuk baca artikel
Terkini

Pro-Kontra Aturan Lingkup Privat yang Mengancam Blokir Facebook, WhatsApp hingga Google

Redaksi
×

Pro-Kontra Aturan Lingkup Privat yang Mengancam Blokir Facebook, WhatsApp hingga Google

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Rencana pemerintah yang bakal memblokir perusahaan teknologi yang tidak mendaftarkan diri sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup privat menuai pro-kontra di masyarakat, mulai dari warganet hingga pengamat keamanan siber.

Sebagai informasi, pemerintah bakal memutuskan akses bagi aplikasi-aplikasi yang tidak mendaftar paling lambat 20 Juli 2022.

“Nah saya menyarankan sekali lagi, segeralah mendaftar, apalagi pendaftarannya dilakukan dengan OSS (Online Single Submission),” kata Johnny G Plate di Pusdikhub Kodiklat AD, Cimahi, Senin (18/07), dilansir dari Antara.

Penolakan disuarakan lantaran jika blokir dilakukan, maka pengguna tidak bisa menggunakan layanan dan mendapatkan manfaat dari kehadiran platform digital tersebut di Indonesia.

Karena itu, warganet menolak regulasi itu karena mengancam kebebasan berekspresi. Protes tersebut diinisasi Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet).

Catatan Safenet sudah lebih dari 1.300 orang yang menandatangani #ProtesNetizen menolak penerapan Permenkominfo No.5/2020 dan amendemennya No.10/2021.

Permenkominfo No. 10 tahun 2021 berisi tentang perubahan atas Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat. Aturan itu diundangkan sejak 21 April 2021.

Safenet mendesak Kominfo untuk tidak mengabaikan protes publik.

WhatsApp, Instagram, hingga Google Terancam Diblokir

Safenet Voice menyebut, berdasar hukum hak asasi manusia (HAM) persyaratan pendaftaran semacam ini merupakan gangguan terhadap hak atas kebebasan berekspresi. Dan hanya dapat diterima jika diperlukan, dilakukan proporsional dan untuk mencapai tujuan yang sah.

Persyaratan yang berat dan meluas seperti yang ditetapkan Permenkominfo ini jelas-jelas tidak memenuhi standar tadi.

Kata Safenet Voice, adanya aturan agar platform digital diwajibkan memberikan informasi kepada Kominfo tentang rutinitas pengelolaan data tanpa memerlukan perintah pengadilan menimbulkan risiko penerobosan data pribadi pengguna. Akibatnya aturan itu melanggar hak-hak privasi pengguna platform digital tersebut.

Pemerintah Diharapkan Tegas

Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi berharap pemerintah dalam hal ini Kemkominfo bisa tegas terhadap penegakkan aturan pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Siapapun PSE-nya, terutam global, harus ditindak jika melanggar aturan.

“Harus tegas. Jangan terulang kesalahan di masa lalu. Ini soal kedaulatan bangsa. Kalau pun ada pemblokiran, positifnya ini bisa jadi kesempatan startup atau developer lokal maju. Nah dari pengalaman masa lalu, agak kurang tegas terhadap OTT asing. Bahkan yang nakal sekalipun seperti disebutkan sendiri oleh Kominfo seperti Facebook, masih diajak rembugan di hotel,” ujar Heru mengutip Merdeka.com, Senin (18/7/2022).

Aturan pendaftaran PSE adalah amanat Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik, serta Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat.

Terdapat dua kategori dalam PSE, yakni PSE lingkup publik dan PSE lingkup privat. PSE lingkup publik adalah instansi negara atau institusi yang ditunjuk negara, yang menyediakan layanan sistem elektronik. Sementara itu PSE lingkup privat merupakan individu orang, badan, atau kelompok masyarakat yang menyediakan layanan sistem elektronik.

“Nah, persoalan muncul kalau mereka tidak mendaftar. Bisakah Kementerian Kominfo tegas terhadap mereka? Sebab artinya kalau tidak daftar kan mereka tidak menghargai aturan yang ada di Indonesia,” terang dia. [rif]