Scroll untuk baca artikel
Terkini

Problem Besar Utang Pemerintah, Utang Publik Hampir Rp9.000 Triliun

Redaksi
×

Problem Besar Utang Pemerintah, Utang Publik Hampir Rp9.000 Triliun

Sebarkan artikel ini

Peneliti INDEF Dzulfian Syafrian mengatakan Ada problem besar utang pemerintah. Total jumlah utang publik tercatat pada triwulan 3/2022 mencapai Rp8.924,27 triliun. Jadi hampir mencapai Rp9.000 triliun.

BARISAN.CO – Ada problem besar di utang “berkelamin ganda” yakni utang BUMN yang seperti utang swasta tapi punya dampak langsung ke utang publik-utang pemerintah. Jika pembayaran utang BUMN macet yang menanggung adalah pemerintah atau menjadi utang pemerintah.

“Banyak agenda Jokowi dalam pembangunan infrastruktur yang seharusnya tidak feasible, tidak “masuk” dalam hitungan bisnis, tapi dipaksakan kepada BUMN,” imbuh Dzufian Syafrian dalam diskusi Twitter Space Didik J Rachbini dengan tema Siapa Menanggung Utang, Kamis, 24/03/2022.

Dzufian Syafrian mengatakan terhadap fenomena gunung es kita harus hati-hati jangan sampai terjadi lagi kasus seperti dulu Pertamina di bawah Ibnu Sutowo. Kala itu negara hampir bangkrut oleh utang Pertamina yang salah kelola. Tidak boleh lagi melakukan kebodohan yang sama.

Kondisi keuangan BUMN PLN, BUMN karya, Pertamina cukup mengkhawatirkan. Hal itu sering luput dari pengamatan publik karena pencatatan utang BUMN tidak masuk dalam catatan utang publik, tetapi jika collapse, negara harus maju menyelamatkannya.

“Ada masalah besar dalam tata kelola BUMN karena berkinerja buruk, sering bias dengan intervensi politik. Terkesan jabatan di BUMN hanya untuk bagi-bagi jabatan kepada tim sukses. Bukan didasarkan pada kinerja personal. Keputusan bisnis BUMN sering kali bukan berdasarkan hitungan bisnis yang jitu. Utang BUMN banyak sekali digunakan untuk hal-hal tidak produktif,” terang peneliti INDEF ini.

Ide dasar BUMN adalah untuk kemaslahatan rakyat banyak. Jika tidak disertai sentuhan perbaikan struktural maka BUMN hanya akan menjadi jago kandang, tidak bisa go internasional. Cara BUMN melihat peluang di pasar global juga masih minim. Hanya berani main di pasar domestik, itupun dengan proteksi oleh pemerintah untuk melindungi BUMN.

Peneliti INDEF Riza Annisa Pujarama mengatakan posisi utang pemerintah terakhir sebanyak Rp6.919,15 triliun. Sementara rasio utang terhadap GDP adalah 39,9%.

Pada postur APBN 2022 khususnya segi pembiayaan yang diperoleh dari utang diperkirakan akan mencapai Rp7500 triliun pada tahun ini.  Ini belum termasuk utang BUMN, yang jumlahnya di atas 2 ribu triliun rupiah.   

“Total jumlah utang publik tercatat pada triwulan 3/2022 mencapai Rp8.924,27 triliun. Jadi hampir mencapai Rp9.000 triliun. Hal itu akan berdampak pada tingkat fleksibilitas fiskal yang semakin ketat dari keuangan Negara,” terangnya.

Riza Annisa menuturkan total pembayaran bunga utang di APBN pada 2022 menjadi naik sebesar Rp405,9 triliun pada 2022 atau 20 % dari total belanja pemerintah pusat. Sementara anggaran untuk pendidikan nasional di Kemendikbud disediakan hanya Rp80 triliun.

Sementara itu Rekotr Paramadina Didik J Rachbini menyampaikan ada kesalahan persepsi dalam membandingkan utang Jepang dan negara maju. Jepang hanya membayar bunga 0.2% per tahun, jadi jika dia misalnya berutang Rp 10.000 triliun maka hanya membayar bunga utang Rp20 triliun per tahun.

“Silakan dibandingkan dengan Indonesia yang beban pembayaran bunga utang 2022 sudah mencapai Rp405,9 triliun. DPR atau parlemen tidak berani mengkritisi karena takut, sementara banyak janji ekonomi pemerintah yang meleset misalnya janji pertumbuhan ekonomi 7% setahun ternyata amat jauh dalam realisasinya,” bebernya. [Luk]