BARISAN.CO – Sebuah laporan Amnesty International setebal 48 halaman menyebut para migran yang bekerja mengalami eksploitasi untuk membangun Stadion Piala Dunia 2022 di Qatar. Bukan itu saja, organisasi HAM tersebut juga menemukan sekitar 6.500 pekerja migran meninggal dunia.
Akan tetapi, Selasa lalu (16/11/2021), pemerintah Qatar membantah tuduhan tersebut, meski mengakui sistem tenaga kerja mereka masih harus dibenahi.
Sayangnya, sebuah temuan Guardian di lapangan menemukan hal yang berbeda, migran yang bekerja di hotel sebagai akomodasi penginapan untuk perhelatan akbar tersebut berjuang agar dapat bertahan hidup demi upah 1 Euro per jamnya.
Dalam laporan teranyar Guardian pada Kamis (18/11/2021), mereka tinggal atau mengunjungi tujuh hotel yang terdaftar di situs FIFA. Media asal Inggris itu mewawancarai lebih dari 40 migran yang bekerja secara langsung atau melalui sub-kontraktor.
Kamar-kamar di hotel yang terdaftar itu tarifnya hingga 820 Euro per malam. Akan tetapi, dalam wawancara Guardian menemukan para pekerja memperoleh bayaran kurang dari 1,25 Euro bahkan kurang dari 1 Euro per jamnya.
“Banyak pekerja mengatakan bahwa mereka bekerja dengan jam kerja yang sangat Panjang. Beberapa di antara mereka menyebut selama berbulan-bulan tidak memiliki hari libur,” isi laporan tersebut.
Ironisnya, meski bekerja di lingkungan paling mewah, para pekerja tinggal di kamp kerja yang begitu sesak.
“Beberapa pekerja mengklaim paspornya telah disita. Banyak yang mengatakan majikannya tidak akan membiarkan mereka berganti pekerjaan,”
Pekerja juga menuduh adanya pelanggaran UU Perburuhan di Qatar. Hal itu karena kurangnya reformasi ketenagakerjaan.
Dari slip gaji yang diperlihatkan kepada Guardian menunjukkan upah minimum 150 Euro naik 50 Euro, tetapi terdapat pemotongan tunjangan makan atau transportasi. Ini menyiratkan jumlah gaji tetap saja sama.
Gaji sebulan itu tentu jauh dari tarif per malam hotel-hotel mewah yang tersedia itu
“Terkadang, saya bertanya pada diri sendiri mengapa saya dating ke sini. Piala Dunia adalah hal besar dan semua orang menikmatinya. Tetapi cara mereka memperlakukan kami… kami semua bosan dengan itu,” tutur seorang pekerja kepada Guardian.
Temuan Guardian ini ikut andil menyoroti langsung badan sepak bola dunia, FIFA. Sebelumnya, Amnesty International mengkritik FIFA karena lepas tangan terhadap hak-hak pekerja di negara tuan rumah. [rif]