HMI dan pohon ada pada konteks physei. Dari physei seperti yang disarankan Plato analoginya dapat dipindahkan ke dalam thesei. Ini berarti, logika perkaderan HMI, dari physei pohon, dapat dimasukkan ke struktur lain pada konteks yang lebih bebas.
IBARAT pohon, HMI adalah pohon yang berbuah. Hukum alam yang sulit dihindarinya adalah, dari buah tersebut, selain pasti ada yang matang ranum, rusak oleh hama, jatuh sebelum masak, dan pasti pula ada yang busuk lantaran faktor tertentu. Itu lumrah. Persoalannya, berapakah persentase buah yang berkualitas baik dan berkualitas buruk?
Jika persentasenya imbang, maka pohon itu bermasalah. Jika lebih banyak yang berkualitas buruk, maka pohon itu amat-sangat bermasalah. Jawaban terbaiknya, tentu HMI harus diposisikan sebagai pohon industri. Artinya, HMI mestilah menghasilkan buah kader yang layak jual di masyarakat.
Tentu HMI tak sama dengan sebuah pohon. Ini hanya analogi. Sebagaimana diketahui, dalam analogi, kemiripan yang dikembangkan terbagi menjadi dua: physei (mirip realitas) dan thesei (tidak mirip realitas).
HMI dan pohon ada pada konteks physei. Dari physei—seperti yang disarankan Plato—analoginya dapat dipindahkan ke dalam thesei. Ini berarti, logika perkaderan HMI, dari physei pohon, dapat dimasukkan ke struktur lain pada konteks yang lebih bebas.
Keterikatan Genus, Kebebasan Spesies
Berpindah ke klasifikasi ilmiah biologi, struktur tertingginya adalah kingdom (kerajaan) dan diferensiasi yang paling bawah disebut genus lalu species. Jika Islam adalah kingdom, maka HMI adalah salah satu genus turunannya. Layaknya genus yang tidak bersifat spesifik, HMI eksis sebagai organisasi yang plural. Kepada individu kader yang ada di dalamlah, logika spesies bisa dinisbatkan.
Di HMI, kader-kader fundamentalis tumbuh, namun bukan berarti tak ada kader yang berpikiran inklusif dan liberal. Sebagian penganut sunni, sebagian berlatar belakang syiah. Sebagian pengagum sistem demokrasi, sebagian lain telah menyiapkan peti mati untuk demokrasi. Wacana syariat Islam berada dalam debat yang sengit. Sekularisasi didukung sekaligus ditentang.
Cara pandang spesies-spesies ini terlihat saling berbeda, tapi sesungguhnya seragam dalam esensi tujuan. Sunni maupun syiah semata sekadar mazhab, jalan, dan metodologi berfikih. Demokrasi, syariat Islam, maupun sekularisasi—bagi kader HMI—cuma sekadar alat, bukan tujuan. Utamanya, tatkala dari semua alat itu, bisa melahirkan kebajikan bagi semesta. Kesamaan tujuan akhir finalitas, telah meletakkan HMI sebagai genus yang tunggal.
Bagi HMI, politik bukanlah pilihan satu-satunya dalam memperjuangkan nasib umat. Pada saat yang sama, sejumlah kader melirik ke sektor ekonomi, pendidikan, teknologi, maupun seni dan kebudayaan. HMI percaya, peradaban tegak karena ditopang oleh kuatnya tiap sektor kehidupan tersebut. Singkatnya, genus HMI telah melahirkan aneka ragam spesies cara bertindak.