BARISAN.CO – Yuni (Arawinda Kirana) adalah gadis remaja yang duduk di bangku SMA. Salah satu gurunya mendorongnya untuk melanjutkan pendidikannya karena melihat Yuni begitu cerdas.
Gurunya itu pun mencarikan info beasiswa. Syarat untuk mendapatkan beasiswa itu selain harus memenuhi nilai akademik tertentu, Yuni juga tidak boleh menikah dahulu. Yuni tampak begitu antusias.
Sayang, di kampungnya masih banyak orang yang mempercayai takhayul. Termasuk ketika dia berjuang meraih beasiswa, silih-berganti dua laki-laki datang ke rumahnya dengan tujuan untuk melamarnya.
Pertama, keponakan tetangganya dan yang kedua adalah pria yang telah menikah. Tentu saja, Yuni menolak. Dia merasa tidak mengenal keponakan tetangganya tersebut dan yang satu lagi, sangat jelas, pria itu sudah berumur dan beristri.
Namun, pria yang beristri itu membawa segepok uang untuk melamar Yuni. Dia bahkan berjanji akan memberikan lebih banyak jika Yuni masih perawan. Penolakan Yuni itu membuatnya tambah frustasi. Hal itu karena adanya pantangan bagi perempuan yang menolak tiga lamaran tidak akan pernah menikah.
Artinya, Yuni masih memiliki satu kesempatan untuk menghindari itu. Sial, kuota satu orang lagi habis.Yuni dilamar oleh gurunya sendiri, Pak Damar (Dimas Aditya). Yuni sebelumnya memang menaksir gurunya itu, tetapi dia ilfil setelah mengetahui rahasia Pak Damar.
Kemudian, Pak Damar merayu Yuni untuk menerima lamaran itu karena dia ingin membahagiakan ibunya. Namun, bagaimana dengan Yuni? Di satu pihak, dia merasa ilfil, di sisi lain, tidak bolehnya menolak lamaran 3 laki-laki itu juga membuatnya khawatir.
Terlebih, sebagai seorang remaja, dia ingin mewujudkan cita-citanya untuk kuliah. Yuni merasa dilema. Akhirnya, Yuni menerima lamaran Pak Damar. Namun, pada hari pernikahan, Yuni menghilang.
Dalam film ini, mitos seperti tidak boleh menolak lamaran 3 laki-laki cenderung membahayakan, sebab Yuni masih di bawah umur. Dia juga memiliki rencana lain untuk masa depannya yaitu kuliah.
Kenapa Orang Masih Percaya Takhayul?
Menurut kamus Merriam Webster, takhayul adalah kepercayaan atau praktik berasal dari ketidaktahuan, ketakutan akan hal yang tidak diketahui, kepercayaan pada sihir atau kebetulan, atau konsepsi yang salah tentang sebab-akibat.
Istilah takhayul berasal dari bahasa Latin superstitio yang berarti berdiri dengan takjub. Istilah ini juga terkait dengan kata Latin lainnya superstes (hidup lebih lama atau bertahan hidup) yang mengacu pada sisa-sisa gagasan dan kepercayaan yang berlanjut lama setelah makna aslinya dilupakan. Inilah alasan takhayul sering dianggap sebagai peninggalan cara berpikir yang ketinggalan zaman.
Awal mulanya, takhayul lahir sebagai cara untuk mengatasi ketidaktahuan dan ketakukan dari hal yang asing. Meski tidak adanya bukti atas takhayul yang berkembang, beberapa orang masih memercayainya.
Selama pandemi Covid-19 saja, takhayul baru muncul di seluruh dunia. Hal itu juga terjadi di tanah air, seperti kalung kayu putih, nasi kucing, hingga doa qunut tahun lalu. Anehnya, takhayul macam itu dilontarkan oleh pejabat pemerintah yang tidak didasarkan oleh sains.
Dalam buku Theological-Political yang diterbitkan secara anonim menuliskan jika manusia dapat mengatur semua urusan dengan rencana yang pasti atau jika keberuntungan selalu menguntungkannya, tidak akan ada seorang pun yang berada dalam cengkeraman takhayul.
Argumen untuk mendeteksi kesalahan dan mengoreksi takhayul perlu untuk dilakukan. Terkadang, masalahnya bukan karena orang kekurangan informasi yang dibutuhkan untuk mengenalinya, tetapi karena mereka tidak mampu atau tidak mau untuk memperbaikinya.