KABAR mengejutkan datang dari produsen merek kosmetik global Revlon Inc. Sejumlah media mengabarkan, perusahaan asal Amerika Serikat itu dinyatakan bangkrut dan investornya tak dapat apa-apa alias gigit jari lantaran utang yang tak bisa dibayar kepada kreditur.
Revlon Inc. didirikan Charles Revson dan Joseph Revson bersama seorang ahli kimia Charles Lachman pada 1932.
Pada tahun 90-an produk Revlon menguasai pasar Indonesia dengan bintang iklan yang sangat terkenal dengan bibir seksinya Cindy Crawford.
Iklan berwarna ya satu halaman penuh hampir menghiasai semua majalah wanita pada zamannya seperti Kartini, Sarinah, Pertiwi dan Femina.
Namun belakangan di gerai-gerai pusat perbelanjaan dan toko kecantikan display Revlon tersisih oleh produk lokal terutama Wardah.
Ternyata Wardah tidak hanya mengeliminasi sejumlah perusahaan lokal lainnya yang memiliki merek terkenal tetapi juga produk global lain seperti produk-produk kecantikan selevel Unilever.
Fenomena yang sangat menarik untuk dicermati. Wardah didirikan oleh seorang alumnus Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Nurhayati Subakat lewat perusahaan Paragon Technology & Inovation.
Perusahaan ini berdiri 33 tahun lalu. Produknya beragam namun yang fenomenal adalah Wardah yang mulai masif diperkenalkan kepada publik pada 2007 dengan konsep halal dengan target kelompok hijaber.
Sebuah konsep yang dianggap sepele atau mungkin diabaikan produsen lain yang fokus pada kelompok glamour, sosialita dan urban. Justru konsep yang diabaikan perusahaan besar itulah yang kelak membuat Wardah memimpin pasar. Perusahaan lain yang sudah berdiri lama pun akhirnya ikut-ikutan bikin produk sejenis. Tapi mereka sudah ketinggalan beberapa langkah dan akhirnya tetap menjadi pengekor.
Konsep saja ternyata tidak cukup selain inovatif dan kreatif. Perusahaan juga harus memiliki tanggung jawab sosial. Artinya keuntungan yang didapat dari penjualan juga harus ada yang dikembalikan kepada masyarakat atau alam. Apakah dalam wujud pendidikan, pelestarian lingkungan dan perubahan iklim serta bantuan bencana.
Untuk pendidikan misalnya Wardah menyumbang Rp52 miliar untuk dana lestari di ITB. Begitu juga ketika pandemi Covid-19 pertama kali merebak Wardah juga menggelontorkan dananya Rp40 miliar untuk penanganan wabah. Itu hanya beberapa saja karena diliput media arus utama.
Artinya, membuat sebuah produk juga tidak cukup hanya mengandalkan konsep dan fokus pada target pasar potensial. Kesalehan dan kepedulian perusahaan juga bisa membuat konsumen merasa memiliki.
Ini mungkin yang tidak terpikirkan manajemen Revlon atau produsen global lainnya (halal – hijab – kesalehan perusahaan) adalah keniscayaan. [rif]