Dukungan Anies Baswedan kepada Pram-Doel di Pilkada Jakarta 2024 bukanlah keputusan spontan, melainkan hasil dari kalkulasi matang atas visi, program, dan kontrak politik yang diyakini mampu melanjutkan perjuangan pro-rakyat yang selama ini ia canangkan
Oleh: M Chozin Amirullah
(anak Abah pencari berkah)
MASIH banyak yang bertanya-tanya, di Pilkada Jakarta 2024 kenapa Anies Baswedan menjatuhkan dukungannya pada Paslon 03 Pramono Anung-Rano Karno, instead of Paslon 01 Ridwal Kamil-Suswono atau Paslon 02 Dharma Pongrekun-Kun Wardhana.
Atau kenapa Anies Baswedan netral saja atau bahkan Gercos (gerakan coblos semua)? Orang Jawa bilang, Anies mendukung calon gubernur dari partai Moncong Merah ketemu pirang perkoro (koq bisa, alasannya kenapa)?
Semenjak Anies gagal mencalonkan di Jakarta (tepatnya digagalkan), suara pendukungnya (diistilahkan dengan sebutan Anak Abah) menjadi bahan rebutan.
Anies dikontak oleh semua Paslon untuk bergabung dan mendukung. Bukan hanya Anies, bahkan para pimpinan simpul relawan Anak Abah pendukung Anies Baswedan juga dilobi oleh masing-masing Paslon.
Alkisah, para pimpinan Anak Abah awalnya terbelah mendukung berbagai Paslon, ada yang mendukung Paslon 01, 02, dan 03.
Sebab awalnya Anies tak bergeming, tak sedia untuk memberikan dukungan pada paslon manapun. Pernyataan Anies Baswedan melalui beberapa Jubirnya sangat clear: bahwa ia belum akan menjatuhkan pada salah satu paslon, namun masih akan lihat-lihat dulu.
Pernyataan Anies yang “belum akan mendukung paslon manapun” sebenarnya mengandung pesan kuat bahwa Anies memang sedang mengamati, untuk nanti di kemudian hari akan menentukan dukungan.
Anies masih ingin melihat arah kampanye masing-masing Paslon, mana-mana diantara paslon yang berkomitmen melanjutkan program-program yang dia canangkan sewaktu menjadi Gubernur Jakarta, dan mana-mana paslon yang antipati terhadap visi dan program-program pro-rakyatnya.
Disamping itu, pada saat bersamaan Anies (atau setidaknya sekelompok masyarakat mendukung Anies) sedang mengajukan judicial review terkait dengan permohonan penyediaaan kotak kosong (blank vote) oleh KPU pada kertas suara, untuk Pilkada dengan jumlah kandidat dua pasang atau lebih.
Jika dikabulkan, keberadaan kotak kosong tersebut akan menjadi saluran aspirasi politik Anies bersama para Anak Abah-nya di berbagai Pilkada.
Jika nantinya kotak kosong yang menang, maka setidaknya menunjukkan aspirasi mayoritas pemilih yang menolak pembajakan demokrasi yang dilakukan oleh penguasa dengan menyempitkan kesempatan berlaga hanya pada calon-calon kepada daerah yang mereka ‘restui’ saja.
Anies Says NO ke RK-Sus dan Dharma-Kun
Tak sedikit yang protes begitu Anies Baswedan, pada 20 November secara terang-terangan mendukung Paslon 03. Dukungan diawali dengan pertemuan di rumah Anies baswedan yang diakhiri dengan pose foto bersama dengan simbol tiga jari.
Artinya Anies sudah fix mendukung pasangan Pram-Doel. Kelompok Anak Abah yang protes atas keputusan ini mayoritas adalah kelompok Anak Abah yang sudah terlebih dahulu menjatuhkan pilihan terlebih kepada paslon 01.
Tentu Sebagian besar adalah konstituen PKS. Mereka tentu berharap Anies bisa mendukung Paslon 01 yang di dalamnya juga ada calon wakil gubernur dari PKS, partai yang selama ini dianggap sebagai ‘basis tradisionalnya’ Anies.
Tapi bukankah Paslon 01 adalah paslon yang paling jauh dari Anies? Bagaimana mungkin Anies harus mendukung Paslon yang sudah secara terang-terangan meninggalkannya, dan bahkan menghalanginya mencalonkan diri sebagai gubernur Jakarta?
Melalui berbagai skenario yang diatur oleh penguasa, Paslon 01 didukung oleh koalisi KIM+ (Koalisi Indonesia Maju Plus) terdiri dari 12 partai politik yang akhirnya memasang Ridwan Kamil (Golkar)-Suswono (PKS). Anies yang awalnya sudah akan dicalonkan oleh PKS, PKB, dan Nasdem kemudian ‘dilepeh’ dan tidak bisa mencalonkan.