Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Rokok “Malaikat” Bagi Ekonomi dan “Iblis” Bagi Kesehatan

Redaksi
×

Rokok “Malaikat” Bagi Ekonomi dan “Iblis” Bagi Kesehatan

Sebarkan artikel ini

Pungutan sektor rokok banyak dikuasai oleh negara. Sebab, tak ada satupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di industri rokok.

BARISAN.CO – Tak bisa dipungkiri bahwa rokok begitu kontroversial lantaran mempunyai dua manfaat yang saling bertolak belakang, yaitu ekonomi dan juga bagi kesehatan. Maka itu, kedua sisi bertolak belakang ini menjadi hal menarik untuk dikulik.

Apalagi, bagi sebagian masyarakat Indonesia, rokok filter dan kretek menjadi salah satu kebiasaan masyarakat. Sehingga, berbicara tentang rokok bukanlah topik yang asing bahkan sudah melekat pada kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu, rokok banyak disukai di Indonesia, dan ternyata ia juga menjadi tulang punggung pendapatan negara dari cukai yang begitu tinggi.

Alasan Rokok Dianggap “Malaikat” Ekonomi

Berikut beberapa alasan bahwa rokok menjadi “malaikat” bagi ekonomi:

1. Rokok Menjadi Sektor Pendapatan Negara yang Vital

Sudah bukan rahasia lagi kalau rokok menjadi salah satu penyumbang terbesar pendapatan negara pada sektor pajak dan bea cukai. Pungutan pajak tersebut berupa Cukai, PPN (Pajak Pertambahan Nilai), PPh (Pajak Penghasilan), PDRD (Pajak Daerah Retribusi Daerah), hingga pajak hasil ekspor dan bea masuk sektor rokok termasuk sangat besar.

Mengutip laman resmi Bea Cukai (22/08/22), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada konferensi pers APBN kita mengatakan, “Bea dan cukai saat musim pandemi pada tahun 2021 masih memberikan kontribusi dan pertumbuhan yang relatif sangat stabil”. 

Selain itu, ia juga menuturkan jika realisasi penerimaan cukai hasil tembakau telah mencapai Rp.122,14 T pada bulan Agustus 2022. Hasil tersebut tentunya akan terus naik, mengingat masih ada bulan-bulan selanjutnya pada tahun 2022.

2. Sektor Rokok Banyak Dikuasai Oleh Negara

Tentunya, banyak yang bertanya-tanya, mengapa sektor rokok banyak dikuasai oleh negara. Sebab, tak ada satupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di industri rokok.

Memang, penguasaan negara tidaklah melalui BUMN, melainkan lewat pungutan negara terhadap harga rokok. Sekadar informasi, “bahwa 70 % harga satu batang rokok telah disumbangkan ke negara” ucap Setyati Endang Nusantari, Mantan Kepala Sub Direktorat Industri Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar, dikutip dari laman resmi Kementerian Perindustrian (27/08/16).

Selain hal itu, Apabila kita jeli menghitung komponen harga sebungkus rokok tanpa pungutan negara maka harga rokok tersebut mestinya jauh lebih murah. Lantas, alasan rokok menjadi begitu mahal lantaran adanya pungutan negara yang sangat besar. Itu karenanya, pemerintah menganggap sektor rokok menjadi sektor strategis.

3. Penyedia Lapangan Pekerjaan yang Luas

Alasan lain rokok menjadi “malaikat” ekonomi adalah terciptanya lapangan pekerjaan pada industri ini. Pada tahun 2019, industri rokok telah menyerap kurang lebih 5,98 juta orang sebagai tenaga kerja industri tersebut.

Nilai tersebut hanya dihitung pada bagian manufaktur dan perkebunan, tentunya jika dihitung sampai hilir misalnya penjualan dan advertising, tentu lapangan pekerjaan yang terserap jauh lebih besar.

Industri rokok yang sering disebut sebagai Industri Hasil Tembakau (IHT) pada dasarnya telah membentuk banyak rangkaian lapisan pekerja, misalnya perkebunan, manufaktur, hingga industri rokok itu sendiri.

Maka sudah tak mengherankan jika pemerintah menegaskan bahwa jika sektor ini mati, makan banyak dampak negatif lain secara ekonomi.

Alasan Rokok “Iblis” Bagi Kesehatan

Warga Indonesia kini semakin banyak yang berjuang untuk mengkampanyekan suatu gaya hidup sehat anti-rokok. Mafhum memang rokok banyak mudarat bagi kesehatan, mulai dari penyakit kanker, stroke, gagal ginjal, penyakit jantung, dan lain sebagainya. Itu baru dari sisi perokok aktif. Sementara, bagi perokok pasif, dampak mudarat yang disebabkan juga tak kalah banyak, dan bahkan tak kalah lebih parah dibanding perokok aktif.