Beberapa pemikiran untuk perbaikan sistem pengajaran adalah, pertama, penyesuaian proses pengajaran. Ketika mutu pendidikan merujuk PISA, pengajaran harus diarahkan ke standar tersebut, yang menuntut pemahaman, bukan sekadar hafalan.
Kedua, menyesuaikan ukuran keberhasilan. Jika PISA dijadikan tolok ukur, maka proses pendidikan, termasuk lulusan LPTK, PPG, dan sertifikasi guru, harus mengacu pada PISA.
Keberhasilan harus dinilai dari praktik di lapangan, dengan siswa memahami materi sebagai indikator utama.
Ketiga, menyesuaikan sistem dengan ukuran keberhasilan. Jika PISA adalah tolok ukur, maka sistem pengajaran, metode, dan instrumen yang digunakan harus sesuai. Kurikulum juga perlu berorientasi pada keterampilan yang merujuk standar PISA.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menganggap PISA satu-satunya standar. Namun, alasan pertama adalah bahwa kebijakan pendidikan kita saat ini sudah menggunakan PISA sebagai patokan mutu.
Alasan kedua, hasil PISA relevan untuk memahami posisi kita dibanding negara lain. Alasan ketiga, PISA membantu memahami kualitas generasi saat ini.
Kemampuan siswa di level satu menunjukkan kecenderungan tidak suka membaca, sulit berpikir kritis, dan kurang inovatif. Generasi level satu juga lemah dalam komunikasi serta menunjukkan perilaku buruk di media sosial, memengaruhi perilaku sosial-politik dan kualitas demokrasi.
Sekali lagi, bagi Menteri dan kementerian baru, silakan beri nama apa saja untuk kurikulum mendatang. Silakan tawarkan berbagai terobosan baru. Namun, saran saya tetap: ajari siswa paham apa yang dibaca. Itu saja. []