BARISAN.CO – Kesuksesan tidak terduga seorang mahasiswa di Semarang, Ghozali (Ghozali Everyday), membuat banyak orang di Indonesia ikut-ikutan menjual foto random sebagai NFT. Hal ini makin menegaskan asumsi jamak: betapa latahnya orang Indonesia akan suatu hal yang menjulang kesuksesan besar.
Bandwagon effect mungkin menjadi salah satu istilah yang cocok untuk disematkan kepada orang Indonesia yang ikut-ikutan menjual segala macam foto random di Opensea.
Kemasifan arus informasi yang menerpa kebanyakan orang saat ini, mendorong banyak netizen mengikuti kisah sukses Ghozali. Selain banyaknya netizen yang membahas akan NFT, baru-baru ini juga banyak public figure juga menjual beragam “karya” mereka di Opensea.
Netizen Indonesia bisa dikatakan sebagai netizen yang bersikap ikut-ikutan akan sesuatu hal yang sedang viral. Misal NFT viral mereka membahas NFT, film Spiderman sedang viral mereka juga membahas film tersebut, dan masih banyak contoh lainnya.
Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa netizen di Indonesia banyak yang berpikiran instan dan latah akan suatu hal baru yang menjulang kesuksesan. Sehingga saat ini kebanyakan “karya” NFT di Opensea menjadi terlalu random sebab netizen Indonesia.
Netizen Indonesia bahkan menganggap bahwa Opensea menjadi marketplace segala macam barang, hal ini terbukti dengan adanya orang yang berjualan baju di Opensea. Hal tersebut telah menujukkan bahwa mereka tidak paham akan tujuan Opensea sebagai Marketplace NFT.
Melihat hal tersebut, saat ini diperlukan suatu aksi serta pemahaman kolektif bagi netizen Indonesia dalam menyikapi suatu fenomena yang baru mereka temui.
Selain itu, juga perlu perhatian khusus dalam memandang dan menyikapi fenomena baru, sehingga mereka melihat fenomena baru secara lebih spesifik. Dengan harapan sikap “latah” atau ikut-ikutan pada warga Indonesia berkurang.
Solusi Kelatahan Akan Fenomena NFT?
Terdapat beberapa poin penting yang menjadi perhatian untuk direalisasikan dalam menyikapi fenomena satu ini. Peran pemerintah menjadi suatu hal yang sangat krusial, sebab pemerintah dapat menciptakan kerjasama yang sinergis dengan para media.
Kerjasama tersebut bertujuan menciptakan suatu arus informasi yang melihat suatu fenomena dari kedua sisinya. Sehingga informasi tidak hanya melihat “enaknya NFT”, namun juga harus menyajikan informasi “susahnya NFT”.
Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan beragam edukasi bagi para warganya tentang NFT dan korelasinya dengan UU yang berlaku. Misalnya, penjelasan kembali tentang legal atau tidaknya cryptocurrency di Indonesia yang menjadi alat tukar saat transaksi NFT.
Peran pribadi netizen juga menjadi hal yang sangat penting, budaya latah tidak akan hilang jika netizen itu sendiri enggan untuk menghilangkannya.
Netizen dapat mulai mengembangkan ketertarikan akan literasi suatu hal, sehingga mereka tidak ikut terbawa arus oleh suatu hal yang sedang viral. Tingkat ilmu netizen menjadi suatu hal yang dapat menuntunnya, dengan demikian sikap gegabah yang dapat merugikan dapat terhindarkan.
Masifnya arus informasi juga menjadi pintu yang dapat bermanfaat untuk mengasah dan menggali suatu ilmu. Pendidikan formal bukan menjadi satu-satunya tempat menggali ilmu pada era modern ini. Sebab, keterbukaan arus informasi memungkinkan seseorang untuk belajar secara otodidak demi mendapatkan ilmu.
Ada banyak yang dapat dilakukan para netizen dalam menyikapi suatu hal yang baru. Netizen dapat belajar pada channel edukatif di Youtube ataupun website lain, dengan catatan pahami betul kredibilitas sumber ilmunya.