Scroll untuk baca artikel
Terkini

Selain Bias Gender, Senioritas Menjadi Masalah Utama di Bidang Akademik dan Riset

Redaksi
×

Selain Bias Gender, Senioritas Menjadi Masalah Utama di Bidang Akademik dan Riset

Sebarkan artikel ini

Penjelasan paling umum adalah orang lain meremehkan publikasi mereka, namun untuk perempuan dua kali lebih mungkin didiskriminasi atau bias, sementara laki-laki lebih cenderung menyebut, kepengarangannya tidak terjamin.

Menanggapi hal itu, ahli kimia, Fitri Khoerunnisa mengaku, dirinya belum pernah mengalami diskriminasi seperti itu.

“Malah sebaliknya, bisa berkontribusi untuk membawa peneliti lain baik laki-laki atau perempuan sebagai coauthorship sesuai andilnya masing-masing,” kata Fitri kepada Barisanco, Jumat (1/7/2022).

Namun, Fitri tidak menampik kasus seperti itu mungkin bisa terjadi.

“Isu bias gender di dunia akademik saya kira masih banyak ditemukan. Semestinya hal ini tidak perlu terjadi di bidang akademik dan riset karena basisnya adalah expertise dan competence yang tidak diferensiasi dari gender, tapi betul-betul dari track record dan kompetensinya,” ungkap Fitri.

Perempuan asal Garut itu mengatakan, kultur yang ada memberikan ruang hegemoni kepada kaum laki-laki sehingga besar kemungkinan menjadi sumber isu tersebut.

“Di bidang riset dan akademik menurut pandangan saya, laki-laki dan perempuan punya kesempatan yang sama untuk tampil. Yang membedakan adalah kompetensi,” lanjut Fitri.

Di Indonesia, Fitri menyebut, selain isu gender biasanya ada juga isu senioritas.

“Sehingga dalam authorship terkadang senior dituliskan namanya terlebih dahulu dibandingkan yuniornya walaupun kontribusinya dalam riset tidak signifikan. It’s still happened for sure,” tambahnya.

Meski ada dewan etik dan aturan etika yang tertera jelas terkait akademik dan riset di setiap institusi, Fitri memaparkan, implementasinya masih belum terlaksana dengan seharusnya.

Really depends on the commitment dan kepatuhan terhadap aturan. Kadang ada yang permisif juga terhadap isu ini,” papar Fitri.

Sama halnya dengan Fitri, dosen Universitas Nasional, Dwi Kartikawati mengungkapkan, dirinya juga belum pernah mengalaminya.

Dalam setiap bidang profesi selalu ada kesulitan yang dihadapi termasuk juga di bidang akademik.

Dia menuturkan, kesulitan terbesar yang dihadapi selama ini adalah untuk tetap punya semangat meneliti dan menulis.

“Tidak mudah juga mendapatkan kesempatan bisa dimuat tulisannya di jurnal yang berkualitas. Perlu usaha yang mumpuni, ketekunan, dan tidak pantang menyerah ketika diminta untuk revisi,” kata Dwi.

Dalam pandangannya, khususnya bagi profesi dosen, mereka dituntut harus menulis dan meneliti.

“Karena dengan menulis akan membangun peradaban menjadi semacam saluran untuk mengembangkan keilmuannya bagi kemaslahatan orang banyak,” ujar Dwi. [rif]