BARISAN.CO – Banyak orang mempertanyakan keputusan Erick Thohir sering mengganti Direksi dan Komisaris BUMN. Menanggapi hal itu, menteri BUMN tersebut pada September lalu mengungkapkan alasannya.
Menurut Erick, alasannya berdasarkan kinerja atas Key Performance Indicator (KPI). Erick menambahkan mengelola perusahaan negara juga perlu menggunakan hati dan keikhlasan.
Selain itu, Kemeterian BUMN dan perseroan menerapkan nilai AKHLAK. Berupa singkatan dari Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, serta Kolaboratif.
Namun, pada Rabu (3/11/2021), sebuah cuitan dari akun Twitter @mantriss tampaknya menjawab terbalik pernyataan Erick tersebut.
Akun ini justru mengafirmasi anggapan bahwa komisaris merupakan jabatan hadiah yang diberikan atas dasar jasa politik di masa lalu, bukan atas pertimbangan prestasi.
Saat ditanya apakah menjadi komisaris itu hadiah atau prestasi, akun @mantriss dengan jernih menjawab: hadiah.
Di cuitan lainnya, akun tersebut juga menanggapi cuitan warganet soal pembagian kue oligarki politik. Menurutnya, pembagian kekuasaan adalah konsekuensi dari beragamnya stakeholders di Indonesia.
Meski tidak jelas ke mana arah ucapannya, namun tampaknya ia menganggap bagi-bagi kursi itu bukan hal yang tabu.
Lalu, siapakah pemilik akun tersebut? Pemilik akun @mantriss ialah Sumantri Suwarno. Ia merupakan lulusan Universitas Indonesia di tahun 2002.
Sumantri diketahui menempati jabatan sebagai Komisaris Independen di salah satu BUMN, yakni PT BRI Multifinance. Selain itu, ia masih menjadi Komisaris Utama PT Petrotech Penta Nusa sejak 2020 hingga sekarang dan Komisaris PT Sirius Surya Sentosa sejak 2019.
Ia juga Ketua Pengurus Pusat (PP) GP Ansor Bidang Ekonomi yang sempat dikecam warganet pada Juni lalu. Penyebabnya karena ia menilai tes wawasan kebangsaan bukan urusan agama melainkan urusan bangsa dan negara. Sehingga, Sumantri menilai bahwa Pancasila lebih relevan daripada agama.
Yang diucapkan Sumantri adalah bukti bahwa adanya benang tipis relawan dan komisaris bukan sekadar tuduhan tanpa dasar. Tak salah jika publik mendesak jika Presiden mendatang haruslah orang yang berkemauan untuk merampingkan tubuh BUMN. Ia mestilah orang yang mau memangkas habis BUMN-BUMN yang tidak jelas juntrungnya. [dmr]