Scroll untuk baca artikel
Kolom

Simbol Keberpihakan, Gubernur Menginap di Wadas Purworejo

Redaksi
×

Simbol Keberpihakan, Gubernur Menginap di Wadas Purworejo

Sebarkan artikel ini

KONFLIK di Wadas Purworejo menjadi etalase para pemimpin dan pemimpi. Pemimpin menjadikan konflik itu sebagai panggung meraih popularitas, pemimpi menjadikan konflik itu harapan menjadi pahlawan.

Setelah mendatangi desa Wadas, seorang Gubernur menyampaikan keinginannya untuk menginap di desa itu. Serta merta keinginannya disambut gemuruh lagu setuju.

Kemudian di wilayah pemimpi, muncul labelisasi hoax atas berbagai pemberitaan di Wadas. Labelisasi ini sebagai upaya meraih harapan agar ia menjadi pahlawan. Minimal bagi pemilik modal

Mari kita ikuti perjalanan Gubernur yang kemudian benar-benar menginap di Wadas.

Mengenakan sarung warna ungu kombinasi coklat tua, Gubernur tiba sekitar jam 17.00. Ia tak peduli dengan segala kegaduhan di media sosial, dimana akun Twitter @wadasmelawan sudah kena stempel hoax.

“Soal penambangan batu andesit, bisa kita rembug belakangan. Yang jelas malam ini saya hadir di desa ini, merupakan simbol keberpihakan saya kepada masyarakat Wadas,” kata sang Gubernur.

Warga diam. Mereka terlanjur nggak percaya dengan segala macam janji para pejabat. Mereka apatis.

Malamnya, Gubernur itu kemudian memilih sebuah rumah yang tergolong sederhana. Tak sempat cuci kaki, Gubernur itu langsung berbaring di sebuah pembaringan.

Tak sampai lima menit, ternyata ia sudah tidur. Bisa dimengerti karena kegiatannya memang padat dan ia lelah.

Saat itulah Hypnos, dewa yang menguasai mimpi hadir. Hypnos adalah dewa tidur dalam mitologi Yunani.

“Lha saya ini kan orang Jawa, kok sampeyan dari Yunani malah yang rawuh to?” tanya Gubernur.

“Kami sudah berbagi tugas. Mimpi pemimpin ditangani oleh dewa-dewa impor. Mimpi rakyat kecil ditangani dewa lokal,” jawab Hypnos santai.

Percakapan terhenti karena Hypnos sudah menghadirkan mimpi indah bagi Gubernur.

Dalam mimpi itu, Gubernur bersama beberapa anggota DPR tengah mendengarkan presentasi para pengelola proyek waduk Bener. Presentasi sangat komprehensif dan memberi kesan mendalam bagi para penyelenggara negara itu.

“Kita jelas lebih diuntungkan kalau menambang batuan itu dari Wadas. Disana ada lebih 40 juta kubik. Kebutuhan waduk hanya 8,5 juta kubik saja. Jadi sisanya kan bisa menyejahterakan kita,” demikian presentasi itu.

Anggota DPR manggut-manggut. Gubernur senyum.

“Waduk untuk kesejahteraan rakyat, tambang batu untuk kesejahteraan ‘kita’. Jadi kita sama-sama sejahtera. Ingat ‘kita’ adalah aku dan kalian. Bisa juga pemimpin dan rakyatnya,” katanya.

Maka ketika datang ke Wadas pertama kali, saat warga meminta pembatalan atau pencabutan izin tambang, responnya sangat standar.

Sementara itu, Budhe Sum, pemilik rumah yang diinapi Gubernur itu ternyata juga bermimpi. Seperti kata Hypnos, ia didatangi dewa mimpi lokal. Ia sendiri tak tahu siapa dewa itu.

“Bukankah warga Wadas sudah bisa bertani dengan lahan yang subur?” tanya sang dewa.

Budhe Sum membenarkan. Maka dewa mimpi lokal itu menghadirkan mimpi yang indah baginya.

Pagi-pagi ketika ayam jantan berkokok, warga sudah berbondong menuju sawah. Ada yang membawa cangkul, sabit, bahkan tak bawa apa-apa.

Mimpi Budhe Sum menjadi tidak istimewa karena sama persis dengan kenyataan sehari-hari. Namanya juga dewa lokal, memberi mimpi juga lebih realistis.

Pada detik yang sama, Gubernur terbangun dari tidurnya. Budhe Sum juga. Hypnos dan dewa mimpi kualitas lokal itu kaget. Apalagi ketika itu Hypnos tengah memberi adegan klunthing menglunthing melalui orang kepercayaan Gubernur.

Sementara Budhe Sum tengah bermimpi dengan adegan dikejar polisi karena menolak tambang itu.

Saat genting itulah, muncul sosok bayang-bayang yang terbang diatas desa Wadas.