UU Perlindungan Anak belum menyertakan orang tua turut bertanggung jawab jika anaknya melanggar hukum.
BARISAN.CO – Anak di bawah umur masih belum berpikir seperti orang dewasa, sehingga rentan melakukan kesalahan atau kejahatan yang tidak sepenuhnya berada dalam kendalinya. Ada beberapa faktor penyebab anak melakukan kejahatan, misalnya broken home, kurangnya komunikasi, kondisi ekonomi yang buruk, dan kurang diberikan pemahaman tentang nilai moral dan etika.
Di banyak negara, orang tua harus bertanggung jawab secara pidana karena tidak memenuhi kewajibannya untuk menjaga anaknya dari pelanggaran hukum. Misalnya, seperti di AS, yang mana sekitar abad 19-an memperkenalkan Parental Responbility Laws.
Undang-Undang itu bertumpu pada asumsi, anak di bawah umur melakukan kejahatan karena orangtuanya gagal melakukan kontrol pengawasan yang tepat. Itu juga dimaksudkan, agar dapat menginspirasi orang tua lain untuk melakukan kontrol yang diperlukan dengan menghukum mereka jika tidak melakukannya.
Hukuman tersebut bervariasi dari satu negara bagian dengan negara bagian lain, namun Parental Responbility Laws umumnya memiliki dua jenis sanksi, yaitu hukuman dan pendidikan.
Di sebagian yuridiksi dengan UU tanggung jawab orang tua, pelanggaran hukum adalah pelanggaran ringan dan orang yang dituduh melakukan kejahatan menghadapi hukuman satu tahun penjara, denda dalam kisaran US$1.000, atau keduanya.
Selain hukuman penjara dan denda, banyak negara bagian juga mewajibkan orang tua terpidana mengikuti program pendidikan. Contohnya, California telah memasukkan pelatihan keterampilan mengasuh anak wajib di antara sanksi yang dapat dikenakan pengadilan kepada orang tua yang anaknya melanggar hukum. Di beberapa negara baguan, memberlakukan Parental Responbility Laws sebagai alat untuk memerintahkan orang tua mengikuti pelatihan keterampilan daripada memenjarakannya atas perilaku anak-anak mereka.
UU Perlindungan Anak Perlu Direvisi
Sementara, Nurfadilah Ahmad, SH., Direktur PUAN (Pergerakan Perempuan Barisan Nusantara) menyampaikan, dalam Undang-Undang Perlindungan Anak tidak menyebutkan, orang tua untuk mendapatkan punishment-nya juga karena tidak mengakomodir bahwa orang tua juga harus ikut bertanggung jawab. Sehingga, menurutnya, secara otomatis pertanggungjawaban pidana itu ditekankan kepada anak yang melakukan kesalahan.
Salah satu caranya, ungkap perempuan yang akrab disapa Dilah ini adalah dengan merevisi UU Perlindungan Anak. Dia menambahkan, mungkin nanti ada teknis tentang bagaimana orang tua itu ikut bertanggung jawab atas apa yang dilakukan anak.
Belum lama ini, RD (15), anak dari pedangdut Lilis Karlina ditangkap Satnarkoba Polres Purwakarta setelah ketahuan menjadi bandar narkoba. Selain menjadi bandar, anak yang masih duduk di bangku SMP kelas 3 itu juga seorang pecandu obat-obatan terlarang sejak usia 13 tahun.
Dilah menganggap, hal itu sangat luar biasa mengejutkan terutama RD bisa mengendalikan orang dewasa, yang akhirnya pengawasan orang tua dipertanyakan. Sehingga, dia menuturkan, masyarakat perlu mendesak revisi UU Perlindungan Anak agar ada efek jera di mana orang tua juga diberikan punishment.
“Selama ini, RD masih dalam pengawasan orang tua, kemana aja orang tua sampai dia menjadi bandar? Kalau menjadi pemakai mungkin dia bisa memang ngumpet, tapi ini sampai memang seolah-olah orangtuanya tidak ada pengawasan, sedangkan dia masih di bawah umur yang perlu diawasi, mendapatkan perlindungan,” kata Dilah kepada Barisanco, Jumat (17/3/2023).
Dilah menambahkan, “suatu kenakalan remaja harusnya dipilah”, sampai batas mana kenakalan remaja itu sendiri.
“Tapi, memang lemahnya juga, pelaku anak, di dalam UU Perlindungan Anak itu hukumannya hanya setengah dari hukuman orang dewasa, misalnya kalau orang dewasa 10 tahun, anak dihukum 5 tahun. Itu juga bermasalah,” tambahnya.