Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Soal APBN Jebol, Ekonom Anjurkan Pemerintah Berkata Jujur

Redaksi
×

Soal APBN Jebol, Ekonom Anjurkan Pemerintah Berkata Jujur

Sebarkan artikel ini

“Dari sisi belanja betul bertambah, anggap saja benar Rp502 T, tetapi jangan lupa di pendapatannya juga naik. Buktinya ketika pemerintah mengajukan APBN 2023 lalu ada realisasi satu semester dan outlook sampai akhir tahun, defisitnya berkurang,”Awalil Rizky (Ekonom)

BARISAN.CO – Menteri Keuangan, Sri Mulyani pada bulan lalu meminta PT Pertamina (Persero) untuk mengendalikan konsumsi BBM, khususnya jenis Pertalite dan Solar karena tidak ingin APBN jebol.

Ekonom, Awalil Rizky mengatakan, beberapa bulan sebelumnya, baik pemerintah dan Kementerian Keuangan menyampaikan ekonomi Indonesia lebih baik daripada negara lain, meski terjadi perang antara Ukraina dan Rusia serta munculnya ketidakpastian global.

“Saat itu, dibilangnya Indonesia bisa survive, pertumbuhan oke. Mengejutkan memang, tiba-tiba dalam dua bulan terakhir, Menkeu teriak-teriak soal duit ga cukup, APBN jebol,” kata Awalil pada Kamis (1/9/2022).

Ketika Menkeu atau pemerintah menyebut, ekonomi Indonesia baik, Awalil termasuk ekonom yang berulang kali mengingatkan, tidak sebaik yang disampaikan.

“Kondisinya membaik, tetapi tidak sebaik perkataan pemerintah yang berlebihan. Sekarang malah kebalik ketika Ibu Sri khawatir APBN jebol, saya ingin mengatakan sebaliknya, dari mana datangnya jebol?” sambung Awalil.

Menurutnya, jika yang dikeluhkan itu subsidi tejadi karena dua sisi.

“Dari sisi belanja betul bertambah, anggap saja benar, tetapi jangan lupa di pendapatannya juga naik. Buktinya ketika pemerintah mengajukan APBN 2023 lalu ada realisasi satu semester dan outlook sampai akhir tahun, defisitnya berkurang,” ungkapnya.

Awalil kemudian, mengibaratkan, ibu rumah tangga yang ribut soal bertambahnya belanja, namun tidak cerita bapak memberikan uang tambahan dan kakak yang sudah bekerja juga memberikan uang bulanan.

Dia menegaskan, pemerintah seharusnya jujur agar tidak membuat rakyat menangkap subsidi seolah-olah hanya beban negara.

“Saya tidak ingin menyalahkan pemerintah, yang saya salahkan adalah cara menjelaskannya yang suka muter-muter, ngeles, dan membingungkan. Apalagi perumpaan kalau Rp502 triliun dijadikan puskemas, dan lain-lain. Itu bicara apa?” jelas Awalil.

Mengutip Tempo, pada pertengahan Agustus lalu, Sri Mulyani mengungkapkan, anggaran subsisi dan kompensasi energi tahun ini hingga Rp502,4 triliun. Menurutnya, anggaran subsidi dan kompensasi itu setara dengan ribuan rumah sakit kelas menengah, sekolah, jalan tol, hingga puskesmas yang bisa dibangun di pelosok-pelosok negeri.

“Kalau memang begitu kita bisa bicara macam-macam, bukan hanya subsidi. Mari kita kuliti detil-detil belanja, kenapa hanya itu saja yang dikuliti?” tambahnya.

Awalil menilai, meski itu untuk menggambarkan magnitude-nya, dia juga bisa menggambarkannya.

“Saya juga bisa gambarkan, tidak terbayangkan bayar bunga utang Rp435 T, itu bunga, bukan cicilannya. Bisa dibelikan apa bunga segitu?” tegas Awalil.

Akan tetapi, jika demikian, Awalil menegaskan, diskusi jadi tidak berkelas.

“Kita semua tahu ada monetary spending, bagaimana suatu negara harus berbelanja. Tidak mungkin kita ke pegawai 3 bulan ke depan ga usah gajian, ga bisa,” lanjutnya.

Namun, dia melanjutkan, perlu untuk melihat betul mana yang prioritas belanja negara dan mana yang bukan.

“Misalnya, kereta cepat atau jalan tol bisa ditunda. Bukan berarti dihentikan, tetapi diatur ritmenya,” pungkasnya. [rif]