“Gangguan hormon akibat senyawa EDC akan mendorong gangguan reproduksi yang bisa mendorong terjadinya kepunahan ikan di Ciliwung,”Amiruddin Muttaqin (Koordinator Ekspedisi Sungai Nusantara)
BARISAN.CO – Mikroplastik dapat menyebabkan kerusakan bagi instalasi pengolahan air dengan menghalangi pori-pori dalam proses filtrasi dan merusak unit pengolahan. Hal ini juga memengaruhi efisiensi proses serta risiko air yang diolah menjadi tidak memenuhi standar keamanan.
Banyak penelitian menyebutkan juga bahwa mikroplastik dapat memengaruhi banyak aspek. Memiliki efek toksik pada ikan dan kehidupan air lainnya, termasuk mengurangi asupan makanan, menunda pertumbuhan, menyebabkan kerusakan oksidatif, dan perilaku abnormal.
Dari rilis yang diterima Barisanco, keberadaan sungai di Indonesia saat ini dalam kondisi rusak 98% dalam kondisi tercemar. Padahal sungai-sungai itu dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum, irigasi, budidaya perikanan, dan fungsi ekologi sebagai habitat beragam jenis ikan.
Memburuknya kualitas air sungai juga menyebabkan kepunahan beberapa jenis ikan. Indonesia merupakan negara dengan laju kepunahan ikan tercepat kedua di dunia setelah Filipina.
Bahan-bahan pencemar seperti logam berat, parasetamol, dan mikroplastik masuk dalam kategori senyawa pengganggu hormone yang kemungkinan mendorong terjadinya feminimisasi ikan atau ikan berubah kelamin menjadi intersex (dalam satu tubuh terdapat dua kelamin). Fakta lainnya ialah kini, komposisi ikan berkelamin betina lebih dominan dibanding jantan 80 persen banding 20 persen. Seharusnya, dalam kondisi perairan sehat perbandingan jantan dan betina adalah 50 persen banding 50 persen.
Bahaya Mikroplastik bagi Makhluk Hidup
Salah satu daerah yang terkontaminasi mikroplastik adalah sungai Ciliwung dimulai sejak dari hulu. Bahkan di Ciliwung daerah Yasmin ditemukan kadar mikroplastik paling banyak dibandingkan 5 lokasi lainnya yaitu sebesar 268 partikel dalam 100 liter air. Ada pun, jenis mikroplastik yang paling mendominasi adalah jenis fiber atau benang-benang yang berasal dari industri tekstil atau laundry.
Koordinator Ekspedisi Sungai Nusantara, Amiruddin Muttaqin mengungkapkan, sampah plastik di air akan terfragmentasi menjadi serpihan kecil dibawah 5 mm yang biasa disebut mikroplastik. Keberadaan mikroplastik itulah yang menurut Amiruddin akan berpengaruh pada sistem pernafasan/insang dan memicu kematian ikan.
Dia melanjutkan, kandungan mikroplastik dalam air pada gilirannya akan masuk kedalam rantai makanan melalui air, plankton, benthos, ikan air tawar, ikan laut (seafood), dan masuk kedalam tubuh manusia.
Sebuah penelitian yang diunggah di jurnal Frontiers menemukan, apabila ikan yang terkontaminasi mikroplastik, maka manusia akan mengalami stres oksidatif, sitotoksitas, neurotoksisitas, gangguan sistem kekebalan, dan transfer mikroplastik ke jaringan sel tubuh lainnya setelah terpapar. Paparan itu bisa melalui konsumsi, inhalasi, dan kontak kulit. Beberapa penelitian lainnya juga menunjukkan, adanya potensi gangguan metabolisme dan peningkatan risiko kanker bagi manusia.
Mikroplastik masuk dalam kategori bahan kimia pengganggu hormon atau dikenal dengan istilah EDC (Endocrine disruption Chemical).
“Mikroplastik mengandung bahan tambahan seperti phtalat, bhispenil A, alkylphenol, pigmen warna dan anti retardan, yang semua bahan kimia tambahan ini bersifat karsinogenik dan mengganggu hormon” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa gangguan hormon akibat senyawa EDC akan mendorong gangguan reproduksi yang bisa mendorong terjadinya kepunahan ikan di Ciliwung.
Berdasarkan inventarisasi tim Ekspedisi Sungai Nusantara, Sungai Ciliwung memiliki 23 spesies ikan. Peneliti Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON), Prigi Arisandi menyampaikan, dari sumber yang mereka dapatkan, keberadaan ikan di Ciliwung perlu untuk diteliti lebih lanjut pada musim kemarau karena diyakini masih banyak jenis-jenis ikan unik yang masih belum teridentifikasi di Ciliwung.