Saat ekonomi menggeliat dengan penuh gairah harga Rp1 miliar dalam 5 tahun bisa naik berlipat-lipat. Maka pengembang semakin militan membangun surga-surga kehidupan di jantung kota Jakarta. Tentu saja dengan bujukan investasi yang menghasilkan keuntungan luar biasa.
Ada sebuah cerita guyon. Seorang bapak 50-an tahun membelikan istri mudanya apartemen seharga Rp2 miliar. Biaya hidup istri mudanya selama 5 tahun, per bulan Rp20 juta adalah Rp1,2 miliar. Setelah 5 tahun bercerai karena ketahuan istri tuanya, rumah itu dijual dengan harga Rp6 miliar.
“Tahu untung gede begini kenapa bapak cuma piara 1 istri muda?” ucap istri tuanya sambil senyum-senyum melihat rekening di tabungannya bertambah Rp1,8 miliar.
Investasi properti tidak selamanya berbuah manis. Sub-prime mortage crisis di negeri Paman Sam mestinya menjadi pelajaran bagi para calon investor. Kebutuhan perumahan, terutama yang tujuannya sekedar investasi, suatu saat pasti mengalami titik jenuh.
Seperti di Amerika, sebelumnya bank-bank gesit menawarkan KPR ke nasabahnya. Setelah semua nasabah (prime mortage) memiliki KPR maka bidikannya diarahkan ke investor (sub-prime). Karena sub-prime gagal bayar, harga properti ikut-ikutan terjungkal.
Surga di kaki Pengembang berubah menjadi neraka yang membuat Bank-Bank dan investor bertumbangan. Sebut saja Lehman Brother, bank investasi yang berdiri sejak Abad 18 bangkrut. Amerika menjadi paceklik. Karyawan gedung putih sempat shut-down karena pemerintah Amerika tidak mampu membayar gajinya.
Dampak krisis sub-prime mortage itu terasa betul di Indonesia. Harga komoditas yang sebelumnya booming tiba-tiba anjlok. Permintaan ekspor menurun. Akibat yang paling nyata adalah dipenjarakannya sejumlah bankir dan Pejabat Bank Indonesia terkait bail-out Bank Century.
Tampaknya siklus krisis yang akan terus berulang tidak membuat kapok para pengembang. Selain mendirikan apartemen, mall, pusat perkantoran dengan cara mengusir orang-orang miskin dari perkampungan kumuh di jantung kota Jakarta yang membuat jumlah penduduk Jakarta Pusat menurun mereka juga mengincar pantai untuk diurug dan dijadikan pulau-pulau palsu.
Sialnya di tengah tingginya kebutuhan masyarakat akan rumah, drama pengusiran orang-orang miskin oleh para pengembang yang dibantu oleh para mafia tanah, muncul gedung-gedung tinggi dan pulau-pulau palsu yang ruangan-ruangannya dibeli oleh segelintir orang kaya dengan tujuan investasi.
Hingga pergantian Gubernur baru, dari Ahok ke Anies, kita belum tahu apakah proyek reklamasi bakal diteruskan. Kalau proyek yang menguruk perairan di teluk Jakarta itu terus berlanjut, Jakarta akan benar-benar menjadi surga bagi orang-orang kaya, bukan saja asal Indonesia, tapi sedunia.