BARISAN.CO – Jauh dari sekadar penerima manfaat dari Agenda 2030, kaum muda telah menjadi arsitek aktif dalam pengembangannya dan terus terlibat dalam proses yang mendukung implementasi, tindak lanjut, dan peninjauannya.
Pada tingkat kebijakan global, keuangan dan pengukuran adalah masalah utama yang harus ditangani sebagai bagian dari upaya pengembangan pemuda di seluruh dunia. Di tingkat nasional, kebijakan dan tanggapan program terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SGDs) berjalan lambat dan harus dipercepat.
Di bidang pendidikan, 142 juta pemuda usia sekolah menengah atas putus sekolah. Sedangkan, di dunia pekerjaan, 71 juta orang muda menganggur; dan jutaan lainnya berada dalam pekerjaan tidak tetap atau informal.
Kesenjangan di dalam dan antar negara dalam pendidikan dan pekerjaan di kalangan pemuda sangat mencolok, dengan gender, kemiskinan, pedesaan, disabilitas, dan status migran/pengungsi semuanya menjadi elemen utama yang merugikan. Misalnya, laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) menemukan, sekitar 156 juta pemuda di negara berpenghasilan rendah dan menengah merupakan pekerja miskin dan hampir 30 persen dari kelompok termiskin berusia 12 hingga 14 tahun tidak pernah bersekolah.
Sering kali, muncul anggapan bahwa lebih banyak pengalaman selalu lebih baik. Jenis pengalaman tertentu seperti bersekolah di sekolah atau bekerja di profesi tertentu cenderung lebih bernilai daripada yang lain. Nilai-nilai dan asumsi-asumsi ini hanya mengistimewakan jenis-jenis pengalaman tertentu dan tidak memberikan ruang bagi kaum muda. Masyarakat perlu menyadari, kaum muda memang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang berharga dan memberikan ruang untuk berbagai jenis dan tingkat pengalaman.
Penekanan berlebihan pada pengalaman ini dapat memengaruhi perekrutan, tetapi juga dapat terjadi dalam rapat. Contohnya saat anak muda baru bekerja beberapa bulan memberikan ide dalam rapat, namun ada orang lain yang lebih berpengalaman memiliki ide yang berbeda. Orang yang lebih berpengalaman tersebut berkata, “Dengan pengalaman yang saya miliki, lebih baik mengikuti ide saya tersebut”.
Ini secara otomatis menolak ide dan keterampilan anak muda itu dan mengunci mati mereka dari percakapan.
Di sisi lain, banyak lowongan pekerjaaan menyertakan syarat berpengalaman. Sedangkan, seperti banyak orang ketahui, anak muda minim pengalaman. Tentu, hal seperti itu juga justru mematikan harapan mereka untuk mendapatkan kesempatan.
Dampak dan Solusi Mengatasi Masalah yang Dihadapi Kaum Muda
Mengutip OECD, dalam jangka pendek, pengucilan kaum muda dari pasar tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap individu dan masyarakat. Itu menunda mereka menuju kedewasaan, seperti hidup mandiri, menikah atau pindah dengan pasangan, dan memulai sebuah keluarga. Di tingkat masyarakat, mereka kehilangan haknya, dikucilkan dan putus asa berkontribusi bagi kerusuhan, kejahatan, ketidakstabilan dan hilangnya kepercayaan pada kemampuan kemapanan untuk mengenali dan menyediakan semua kebutuhan.
Sedangkan dalam jangka panjang, pengecualian karir awal ini menjadi endemik dan struktural. Pendapatan dan status pekerjaan lebih rendah meningkatkan kemungkinan perilaku gaya hidup yang buruk dan penyakit termasuk diabetes dan penyakit jantung. Faktor sosial-ekonomi lebih luas ikut berperan mengurangi tidak hanya prospek kesehatan dan produktivitas generasi mdua ini, tetapi juga ke anak-anak mereka nantinya.
Ditambah, laporan Generation Unlimited, PwC, dan UNICEF tahun lalu menemukan, kaum muda tidak dapat mengidentifikasi atau memperoleh keterampilan yang dibutuhkan oleh pasar kerja saat ini. Sehingga, berkontribusi pada kesenjangan keterampilan global dan meningkatkan jumlah pengangguran kaum muda.