RAKYAT terteror selama lebih dari satu bulan. Sepanjang kasus polisi tembak berlarut dalam penyidikan. Kita mempertanyakan, ini peristiwa di satu institusi. TKP-nya, korbannya, pelakunya, alat bukti senpi, saksi-saksinya. Juga, penyidiknya. Sekali lagi, semua itu berlangsung dalam satu institusi kepolisian.
Betapa, kepolisian sebagai pelindung bagi keamanan masyarakat, di dalamnya terjadi pembunuhan. Bahkan dikabarkan itu bukan pembunuhan biasa, tapi dilalukan secara brutal. Lima tembakan, empat peluru bersarang di tubuh korban. Terlebih, di antara empat peluru itu, ditembakkan dari jarak dekat pada bagian belakang kepala.
Tidak hanya itu saja; menurut hasil utopsi, atas bekas luka-luka, juga terjadi penyiksaan menggunakan senjata di samping senpi. Masyarakat tercekam, penuh was-was tandatanya: bagaimana dengan nasib kami, kalau dalam diri para pelindung terjadi pembunuhan sadis seperti itu.
Tidak ada kejelasan bagi masyarakat. Terutama saat dikabarkan, tidak ditemukan otak di kepala korban. Lebih absurd mengerikan lagi, ternyata otak korban pindah ke dalam perut. Ya, tidak ada informasi, bahwa itu adalah ilmu kedokteran saat proses utopsi di otak korban.
Melindap silang pikiran dan sengkarut jiwa, terutama bagi masyarakat awam. Terlebih bagi kaum muda dan kanak-kanak yang hanya menerima berita tanpa informasi lengkap. Pikiran dan jiwa kita dihantui rasa takut dan ngeri luarbiasa. Bagaimana bila anak-anak kita menghadapi persoalan di hadapan polisi. Bagaimana pula dengan anak-anak kita yang bercita-cita jadi polisi.
Telah satu bulan lewat, kasus pembunuhan brutal dan sadis itu belum terkuak. Padahal sudah empat kali Presiden Jokowi meminta agar kasus itu dibuka sejujurnya. Susno Duadji pun mengatakan, ini kasus biasa dan simpel: andai ‘rakyat biasa’ bisa selesai dalam satu hari.
Tapi Menkohukam mengatakan, ini bukan kasus biasa, sebab menyangkut psikologis dan politis kepolisian: sehingga wajar penyidikannya berlangsung lama. Itulah bukti, hukum terus tumpul ke atas dan runcing ke bawah.
Sungguh, rakyat mengalami teror dan sekaligus penghinaan. Justru dari institusi kepolisian dan menteri pembantu presiden. Akibat psikologis dan politisnya, tentu akan drastis menurunkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan presiden. Untuk itu sebagai rakyat kita hanya bisa bersujud dan bersujud. Hanya kepada Allah SWT kita minta perlindungan.***