BARISAN.CO – Rencana penggantian salah satu nama jalan di kawasan Menteng Jakarta dengan nama salah satu tokoh sekuler Turki Mustafa Kemal Ataturk telah menimbulkan kontroversi tersendiri di kalangan masyarakat Indonesia.
Sebelumnya Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyampaikan rencana pemerintah mengubah salah satu nama jalan di kawasan Menteng Jakarta Pusat menjadi nama tokoh Turki Mustafa Kemal Ataturk.
“Ini memang ada keinginan dari kita. Pemerintah Turki juga siap menyediakan satu jalan untuk diisi nama tokoh Indonesia, jadi sama-sama,” terang Riza, Minggu (17/10/2021).
Pegiat Jaringan aktivis JAKPAS, Azma Nazria menyoroti alasan pemakaian nama Ataturk adalah sebagai wujud imbal balik dari nama Ahmet Soekarno yang menjadi salah satu nama jalan di Ankara Turki ini tentu menjadi pertanyaan besar.
“Khususnya kalangan umat muslim karena Mustafa Kemal Ataturk sangat terkenal sebagai tokoh yang telah meruntuhkan nilai-nilai Islam peninggalan Khilafah Usmani di Turki. Turki menjadi sebuah negara sekuler garis keras yang dianggap sangat tidak selaras dengan kondisi Islam di Indonesia,” sambungnya, Selasa (19/10/2021).
Azma mengatakan sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, khususnya sebagai warga DKI Jakarta, saya rasa penggantian nama di dekat Kantor Kedubes Turki tersebut memang sangat kurang tepat.
“Mengingat Kantor Kedutaan bisa saja berpindah tempat, apalagi jika ibukota negara jadi dipindah ke Kalimantan,” jelasnya.
Menurut Azma, akan menjadi suatu keanehan bahkan keganjilan tersendiri jika kelak perpindahan tersebut terjadi, antara lain berpotensi menimbulkan pertanyaan dari generasi mendatang jika melihat nama jalan Ataturk: ‘Apakah NKRI pernah dijajah Turki?’ atau ‘Kenapa nama Ataturk tidak tertulis di buku-buku sejarah terkait perjuangan melawan Belanda di Batavia?’ dan lain-lain.
Paham Kemalisme yang sangat melekat pada kekuasaan diktator Mustafa Kemal Ataturk. Kini sudah mulai tergerus kepopulerannya seiring dengan pergantian pemerintahan di Turki dan perubahan tuntutan zaman.
“Masih mengaku sebagai muslim dengan rakyat mayoritas muslim tapi mengubah Masjid Hagia Sophia menjadi sebuah museum adalah salah satu bukti nyata bahwa Ataturk adalah orang yang tidak menghargai agama dan imannya sendiri,” tegas pecinta tanaman hias ini.
Bagi Azma, untuk apa kita memberi penghargaan walau sekedar menjadi nama sebuah jalan, mengingat Sila Pertama dari Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Tentu tidak tepat pula jika Ataturk dianggap Apple to Apple dengan Bung Karno mengingat sejarah perjuangan bangsa dan prinsip pendirian negara dari keduanya yang berbeda walau mungkin memiliki keberanian yang sama sebagai standar figur pemimpin sebuah negara,” pungkasnya. [Luk]