Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Managing Director PPPI: Harus Dilakukan Langkah Rasionalisasi Kebijakan Pemerintah

Redaksi
×

Managing Director PPPI: Harus Dilakukan Langkah Rasionalisasi Kebijakan Pemerintah

Sebarkan artikel ini

Harus dilakukan langkah-langkah rasionalisasi kebijakan pemerintah. Contoh paling mudah adalah membangun IKN yang harus dirasionalisasi

BARISAN.CO – Dunia sedang menghadapi double hit crisis. Pertama, situasi pandemi Covid-19 yang menjebak ekonomi dunia masuk dalam resesi yang luar biasa, dengan dampaknya yang siginifikan. Kedua, Kapasitas fiskal negara juga semakin terbatas. Langkah Bank Indonesia (BI) dalam mengamankan rate rupiah dengan guyuran intervensi, dipertanyakan akan sampai kapan harus diguyur oleh BI. Begitu pula beban subsidi pemerintah, akan sampai kapan di tengah ketidakpasian global.

Demikian disampaikan Managing Director of Paramadina Public Policy Institute (PPPI), A. Khoirul Umam pada Seminar Paramadina Democracy Forum (PDF) Seri ke 4 dengan tema Dampak Instabilitas Keamanan dan Tekanan Ekonomi Global Terhadap Konstalasi Politik Nasional 2024, Selasa (16/8/2022).

Lebih lanjut Khoirul Umam menjelaskan kalau Indonesia pada masa pandemi sempat drop (-5%) dalam pertumbuhan ekonomi, maka itu berarti ada tekanan luarbiasa dalam ekonomi domestik.

Masalah saat ini yakni, Covid sudah mulai dapat dikendalikan, tapi pandemi Covid-19 tetap tidak bisa dihilangkan. Fakta per hari ini WHO, data penderita Covid masih cukup tinggi rerata masih melebihi angka di awal tahun 2022. Trend peningkatan pandemi masih terus membayangi ekonomi nasional.

Selain itu menurut Khoirul Umam muncul situasi unpredictable yakni perang Rusia-Ukraina. Dua situasi tersebut yang kini menciptakan dampak luar biasa bagi ekonom dunia, terutama dari sisi supply chain.

“Supply chain bermasalah itu yang memunculkan dampak yang semakin parah bagi ekonomi global. paling dirasakan dampak pada kwartal II/2022 ini, di mana hampir mayoritas lembaga-lembaga donor dunia/thinktank, merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi global,” lanjutnya.

Sementara itu menjelang G20 di Indonesia, menurut Khoirul Umam, narasi yang dibangun hendaknya adalah narasi Kebersamaan. Jika Barat vs China dan Rusia masih terus bersitegang, maka impact tidak akan berhenti.

Khoirul Umam berharap ada langkah-langkah rasional pemerintah terhadap kebijakan.

“Harus dilakukan langkah-langkah rasionalisasi kebijakan pe. Contoh paling mudah adalah membangun IKN yang harus dirasionalisasi. Jangan memaksakan diri melanjutkan kebijakan yang akan membahayakan ekonomi rakyat secara keseluruhan. Berbeda jika ekonomi nasional sudah siap,” jelasnya.

Kenaikan harga energi

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal, Mohammad Faisal mengatakan pada krisis akibat pandemi Covid-19 yang terdampak adalah sektor riil. GDP kontraksi sampai (-2%). Inflasi sekarang 3,85% year to date dan masih berjalan.

“Di Indonesia inflasi dikoreksi dan berpotensi lebih tinggi lagi meski peningkatannya lebih tipis dibanding negara lain. Nilai rupiah terkontraksi (-5,4%). Namun kontraksi mata uang negara lain terlihat lebih tajam. Meski ada yang nilai mata uangnya menjadi lebih tinggi seperti Rusia ke angka (21,8%),” jelasnya

Menurut Faisal asumsi ke depan inflasi domestik dari kenaikan harga energi akan menjadi naik inflasi ke angka 5 – 6%. Jika harga Pertalite naik Rp10 ribu rupiah, maka inflasi bisa ke 7 -8 %. bahkan bisa lebih jika terjadi efek psikologis/ekspektasi.

Lebih lanjut Faisal menjelaskan harga makanan masih ditahan oleh produsen karena masih menghabiskan stock lama. Jika nanti menggunakan persediaan mie instan baru, maka harga pasti akan naik tinggi dan inflasi bisa jadi semakin tinggi.

Sementara dari sisi ketenagakerjaan masih menjadi persoalan karena serapannya yang masih rendah.

“Dari sisi ketenagakerjaan, tidak seluruh serapan ketenagakerjaan pulih. Meski BPS sampaikan terjadi penurunan angka pengangguran, tetapi tidaklah merata. Yang nampak baik adalah sektor pertanian, perdagangan, dan pariwisata,” jelasnya.