Tradisi tak hanya dirawat dengan doa, tapi juga dirayakan bersama sebagai identitas bersama.
BARISAN.CO – Kelurahan Jomblang, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, kembali menghidupkan tradisi Apitan melalui prosesi kirab budaya yang berlangsung pada Sabtu sore (17/05/2025).
Sejak pukul 15.00 WIB, warga yang menjadi peserta kirab mulai berdatangan ke Balai Kelurahan sambil membawa tumpeng, aneka makanan, dan minuman. Mereka menyantap hidangan tersebut bersama usai kirab budaya, sebagai simbol kebersamaan dan keharmonisan sosial.
Ketua Panitia, Sutiyono, menjelaskan bahwa tradisi Apitan tahun ini menandai kebangkitan kembali setelah vakum selama 30 tahun.
“Tradisi ini akan kami jadikan agenda tahunan di Kelurahan Jomblang, selain program ‘Jomblang Bersholawat’,” ujarnya.
Kirab budaya ini melibatkan seluruh elemen kelembagaan di lingkungan Kelurahan Jomblang, sehingga suasana semakin semarak dan penuh nuansa kebersamaan.
Lurah Jomblang, Henry Nur Cahyo, menyampaikan harapannya agar tradisi Apitan membawa manfaat spiritual dan sosial bagi warganya.
“Harapannya, dengan tradisi Apitan ini, warga Kelurahan Jomblang menjadi lebih rukun, sejahtera, dijauhkan dari bala, dan wilayahnya terlindungi dari bencana,” ucapnya.
Tradisi Apitan memiliki nilai religius sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas rezeki dan nikmat kehidupan.
Masyarakat memaknai tradisi ini sebagai momentum memperkuat hubungan spiritual dengan Tuhan, mempererat tali persaudaraan antarwarga, sekaligus meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dan pelestarian budaya lokal.
Panitia menutup rangkaian kegiatan tradisi Apitan dengan pagelaran wayang kulit yang digelar pada malam harinya.
Lakon “Semar Bhangun Khayangan” dimainkan oleh tiga dalang ternama, yaitu Ki Dasuki, Ki Driyanto, dan Ki Slamet Riyanto. Wayangan ini menjadi simbol pelestarian budaya Jawa, sebagaimana semangat yang dulu ditanamkan Sunan Kalijaga.
Melalui tradisi Apitan, warga Jomblang tidak hanya mengekspresikan rasa syukur, tetapi juga membangun kesadaran kolektif akan pentingnya harmoni sosial, keberagaman budaya, dan spiritualitas yang menyatu dalam kehidupan sehari-hari. [] (Lusi Maulid Ndalu)