Scroll untuk baca artikel
Kolom

Transaksi dan Pertukaran Pasar Politik

Redaksi
×

Transaksi dan Pertukaran Pasar Politik

Sebarkan artikel ini
pasar politik
Imam Trikarsohadi

Pasar politik sejatinya sudah ada dan terjadi sejak kursi kekuasaan dikompetisikan

Oleh: Imam Trikarsohadi
(Dewan Pakar Pusat Kajian Manajemen Strategik)

TRANSAKSI dan pertukaran ala pasar telah amat mempengaruhi kegiatan politik di Indonesia. Pasar jenis ini sangat dasyat, karena dalam transaksi dan pertukarannya  tidak terikat dalam satu tempat, tapi sangat luas, seluas cakupan wilayah dimana kegiatan politik itu diselenggarakan dan sebesar jumlah penduduk yang punya hak pilih.

Sebab itu, pasar politik terbilang ajaib. Ia mampu memunculkan segudang harapan, tapi juga acapkali memantik aneka macam kekecewaan.

Pasar politik juga telah menjadi semacam mesin yang mampu mengontrol dan mengatur kekuasaan, sekaligus memajalkan kekuasaan apabila sudah tidak sesuai harapan orang banyak.

Pasar politik sejatinya sudah ada dan terjadi sejak kursi kekuasaan dikompetisikan, tapi pola dan jenisnya berganti-ganti dan berkembang seiring berkembangnya kadar selera akan kekuasaan.

Pada mulanya, mungkin, sembunyi-sembunyi dan tst (tahu sama tahu), tapi kini sudah seperti layaknya pasar bursa saham. Sebab itu pasar politik dapat  disebut sebagai kapitalisme jenis baru yang amat sangat bisa mempengaruhi pasar yang sesungguhnya.

Jadi apa boleh buat, suka  atau tidak, fakta menandaskan bahwa pilpres, pileg maupun pilkada di Indonesia punya watak pragmatis yang ditandai dengan maraknya pembelian suara.

Ambisi calon anggota legislatif, presiden dan kepala daerah untuk menang di satu sisi, dan kebutuhan pragmatis para pemilih di sisi yang lain, membuat praktik pembelian suara berjalan seperti hukum permintaan dan penawaran.

Sistem pemilihan umum secara langsung (untuk memilih pemimpin lembaga eksekutif), dan sistem suara terbanyak (untuk memilih anggota legislatif) menjadi penyebab praktik kapitalisme pasar politik.

Akibatnya biaya politik para calon sangat tinggi, dan ujung-ujungnya mayoritas kandidat mencari bohir (penyandang dana) kesana kemari.

Meski tak sepenuhnya utuh, tapi transaksi pasar yang demikian memang terjadi,meski tetap menyisahkan fakta adanya  para pemilih yang dengan sukarela bergabung bersama, merumuskan kepentingan bersama untuk menjadi dasar meningkatkan posisi tawar di hadapan para kontestan melalui semacam  mekanisme kontrak politik semacam gerakan kolektif.

Diantara jenis mekanise kontrak politik biasanya berupa semacam pertukaran kepentingan secara kolektif dengan target jangka panjang.

Warga dengan karakter spesifik secara bersama-sama mengorganisasikan diri dan melakukan tawar menawar secara kolektif pada konstestan. Ada juga model pertukaran kepentingan antara calon pemimpin dan pemilih.

Intinya, dalam kapitalisme pasar politik terdapat perbedaan perilaku pemilih antara warga yang terorganisir dengan yang tidak. Pada warga yang terorganisir berlangsung praktik “transaksi politik” (political transaction), sementara pada warga yang tidak terorganisir berlangsung “pertukaran politik” (political exchange).

Dalam pasar politik, ada perbedaan antara yang bersifat transaksional versus pertukaran. Dari segi dampak, yang transaksional bersifat langsung pada saat pemilu/pilpres/pilkada, sedangkan yang pertukaran bersifat tidak langsung (realisasinya pasca pilpres, pileg atau pilkada).  

Dari segi dimensi, yang transaksional tolok ukurnya senantiasa bersifat material, yang pertukaran berwujud program.

Dari segi model operasinya, yang pertama transaksional biasanya melalui jalur perantara, berupa jaringan klientelistik dan tim sukses, sedangkan yang pertukaran melalui pelibatan warga secara langsung.

Itulah realitas politik di Indonesia saat ini, padahal sejatinya politik merupakan proses alokasi dan distribusi sumber daya negara kepada masyarakat. Proses tersebut berjalan terus menerus tanpa henti dalam aktivitas keseharian masyarakat.