Troy Kotsur, aktor tunarungu asal Amerika baru – baru ini masuk nominasi Best Supporting Actor Oscar 2022
BARISAN.CO – Amerika Serikat bisa menjadi contoh bagaimana kita seharusnya memperlakukan kaum disabilitas. Mereka memberi ruang bagi kaum disabilitas untuk berkarya di berbagai bidang, salah satunya dunia akting.
Adalah Troy Kotsur, aktor tunarungu asal Amerika baru – baru ini masuk nominasi Best Supporting Actor Oscar 2022. Bila ia menang, maka akan menjadi aktor tunarungu kedua setelah Riz Ahmed, pemeran film Sound of Metal yang mendapatkan piala oscar.
Selain Riz Ahmed, aktris tunarungu Marlee Martin juga pernah memenangkan penghargaan Best Actress Oscar berkat perannya di Children of a Lesser God. Film ini rilis pada 1996.
Marlee Martin merupakan lawan Troy Kotsur dalam film CODA atau Child of Deaf Adult. Film yang menceritakan keluarga tunarungu ini juga masuk dalam nominasi film terbaik dalam Academy Award atau penghargaan Oscar tahun ini.
Alyson Lynch, seorang advokat disabilitas New York mengatakan bila kali ini Troy Kotsur memenangkannya, maka akan menjadi penanda turning point bagi komunitas tuli, dalam hal representasi mereka di media.
Troy sendiri sangat mengapresiasi film yang membawanya ke penghargaan bergengsi itu. CODA menggambarkan sisi lain kehidupan tunarungu yang belum pernah muncul di media. Misalnya, orang tua tunarungu tidak boleh mengabaikan minat anaknya dalam bidang musik, meski mereka tidak bisa mendengar.
Dalam film tersebut, Troy memerankan tokoh bernama Frank Rossi, seorang ayah yang memiliki putri berbakat dalam bidang musik. Tentu saja kondisi ini menjadi tantangan bagi dirinya dan ia harus berkorban banyak demi mewujudkan mimpi putrinya.
Troy Kotsur Sempat Ditentang Orang Tuanya
Troy lahir pada 24 Juli 1968 di Mesa, Arizona dengan nama asli Troy Michael Kotsur. Ketika ia berusia sembilan bulan, orang tuanya sadar bila anaknya seorang tunarungu. Mereka kemudian menyekolahkan Troy di American Sign Language. Meski anaknya memiliki keterbatasan, orang tuanya selalu mendorong Troy untuk melakukan aktivitas normal seperti berolahraga dan bermain dengan anak – anak di sekitar rumahnya.
Ketertarikan Troy terhadap akting dimulai pada saat ia bersekolah di Phonenix Day School, sekolah khusus untuk tunarungu. Di sana ia berpartisipasi dalam drama atau pertunjukan teater.
Setelah lulus, ia kemudian magang di KTSP – TV (sekarang bernama KSAZ – TV) karena bercita – cita meyutradari film. Saat magang ia membantu seorang editor, namun mimpinya itu pupus lantaran harus bekerja dengan orang – orang yang tidak bisa berbicara dalam bahasa isyarat.
Ia kemudian berkuliah di Universitas Gallaudet pada tahun 1987 hingga 1989 untuk belajar teater, televisi dan film. Troy kemudian mendapat tawaran berakting dalam sebuah drama dari Teater Nasional Tunarungu. Pada tahun 1994, ia mulai bekerja untuk Deaf West Theatre di Los Angeles, California. Ia tidak hanya berakting tapi juga menjadi pengarah dalam beberapa produksi film.
Dalam wawancaranya dengan New York Times, ia mendapat pertentangan dari keluarganya, apalagi ia meninggalkan kampusnya. Orang tuanya pernah bertanya, “Hei Troy, mengapa kamu tidak mendapat gelarmu? Mungkin Anda bisa menjadi insinyur atau guru.” Tapi Troy tetap keras kepala dan terus maju.
“Kedua orang tua saya sudah meninggal, tetapi saya akan mengunjungi mereka di kuburan jika saya memenangkan penghargaan apa pun. Saya akan menunjukkan kepada mereka dan berkata, “Hei, lihat saya sekarang”,” ujar Troy.
Tak hanya mendapat pertentangan dari orang tuanya, Troy bahkan seringkali mendapatkan penindasan dari orang – orang normal karena keterbatasannya itu. Orang – orang itu, sebut Troy, tidak siap bekerja dengan aktor tunarungu.
Sekarang setelah capaian demi capaian ia raih, Troy tampaknya menjadi lebih percaya diri. Dia berharap Hollywood bisa belajar bersabar bekerja dengan orang – orang tunarungu. Sama halnya dengan orang – orang tuna rungu yang bersabar bekerja dengan orang – orang yang bisa berbicara dan mendengar. Karena menurutnya, tunarungu sama seperti manusia pada umumnya yang bisa melakukan aktivitas seperti biasa.
“Sebagai orang tuli, saya bisa mengemudi, saya bisa memasak, saya bisa berhubungan seks, saya bisa melakukan semua hal. Dalam hal ini, satu –satunya yang menjadi penghalang adalah komunikasi. Hanya itu,” paparnya.
Dan Troy telah berhasil menunjukkan kepada dunia bahwa keterbatasan tidak bisa menjadi penghalang bagi seseorang mewujudkan impian. Sebelum masuk nominasi, Troy juga pernah memenangkan penghargaan di Gotham Award. [ysn]