Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Wadas dan Konflik Agraria yang Berulang

Redaksi
×

Wadas dan Konflik Agraria yang Berulang

Sebarkan artikel ini

Konflik Wadas tidak terlepas dari rencana pemerintah dalam membangun bendungan Bener di Purworejo, Jawa Tengah pada tahun 2017. Bendungan Bener ini berlokasi sekitar 10 km dari Desa Wadas. Bendungan Bener itu sendiri merupakan Proyek Strategis Nasional yang ditetapkan melalui Perpres No. 58 Tahun 2017.

Pada tahun 2018, Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan SK Gubernur Jawa Tengah No. 590/41 Tahun 2018 tentang Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah, dimana salah satu lokasinya adalah di Desa Wadas. SK ini diperbaharui oleh Gubernur Ganjar Pranowo tahun 2020 melalui SK No. 539/29 Tahun 2020, dan diperbaharui kembali melalui SK No. 590/20 Tahun 2021.

Pada pertengahan tahun 2021, Warga Desa Wadas melalui  Gerakan Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) menuntut Gubernur Ganjar Pranowo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang atas terbitnya SK Gubernur tentang lokasi izin pengadaan lahan tersebut. Sayangnya, tuntutan tersebut ditolak oleh PTUN Semarang melalui putusan pada 30 Agustus 2021.

Konflik antara warga Desa Wadas yang menolak penambangan batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener sudah terjadi beberapa kali dan membesar pada April 2021 dan terulang kembali pada Pebruari 2022.

Memahami Konflik Sosial dan Agraria

Konflik agraria di Wadas merupakan pengulangan dari konflik-konflik sejenis yang sudah terjadi di wilayah lain di Indonesia. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat bahwa sepanjang tahun 2021 terdapat 207 letusan konflik agraria di 32 provinsi di Indonesia, yang tersebar di 507 desa/kota. Data ini sedikit menurun dibandingkan dengan konflik agraria tahun 2020 sebanyak 241 kasus. Konflik agraria tahun 2021 berdampak pada 198.895 kepala keluarga, dengan luas lahan yang disengketakan 500.062 hektar. Dari jumlah tersebut, sebanyak 80% konflik agraria terjadi di sektor perkebunan. Dalam sejumlah kasus, konflik agraria bahkan melahirkan korban jiwa dari pihak masyarakat yang berkonflik.

Mengapa konflik agraris terjadi dan selalu berulang? Bagaimanapun, konflik agraria terkait erat dengan konflik sosial. Karena itu, untuk memahami bagaimana konflik agraria terjadi, kita perlu merujuk pada konsepsi tentang konflik sosial dalam masyarakat. Konflik sosial merupakan fenonema sosial yang terjadi di dalam setiap masyarakat.

Dalam kajian konflik, sosiolog Dahrendorf merupakan salah satu tokoh penting yang mengembangkan teori konflik. Dahrendorf (1958) mengatakan bahwa konflik sosial dimaknai sebagai konflik yang lahir dari posisi-posisi di dalam struktur sosial secara independen yang berorientasi pada perubahan masyarakat. Lewis Coser (1957) memberikan batasan bahwa konflik sosial merupakan perjuangan terhadap nilai, status, kekuasaan, atau sumberdaya langka, dimana tujuan dari kelompok-kelompok yang berkonflik bukan saja untuk mendapatkan apa yang dimau, tetapi juga menetralkan, menyakiti, dan bahkan menghabisi lawan-lawannya.