Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Wadas dan Konflik Agraria yang Berulang

Redaksi
×

Wadas dan Konflik Agraria yang Berulang

Sebarkan artikel ini

Konflik antara warga Desa Wadas yang menolak penambangan batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener sudah terjadi beberapa kali dan membesar pada April 2021 dan terulang kembali pada Pebruari 2022.

Memahami Konflik Sosial dan Agraria

Konflik agraria di Wadas merupakan pengulangan dari konflik-konflik sejenis yang sudah terjadi di wilayah lain di Indonesia. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat bahwa sepanjang tahun 2021 terdapat 207 letusan konflik agraria di 32 provinsi di Indonesia, yang tersebar di 507 desa/kota. Data ini sedikit menurun dibandingkan dengan konflik agraria tahun 2020 sebanyak 241 kasus. Konflik agraria tahun 2021 berdampak pada 198.895 kepala keluarga, dengan luas lahan yang disengketakan 500.062 hektar. Dari jumlah tersebut, sebanyak 80% konflik agraria terjadi di sektor perkebunan. Dalam sejumlah kasus, konflik agraria bahkan melahirkan korban jiwa dari pihak masyarakat yang berkonflik.

Mengapa konflik agraris terjadi dan selalu berulang? Bagaimanapun, konflik agraria terkait erat dengan konflik sosial. Karena itu, untuk memahami bagaimana konflik agraria terjadi, kita perlu merujuk pada konsepsi tentang konflik sosial dalam masyarakat. Konflik sosial merupakan fenonema sosial yang terjadi di dalam setiap masyarakat.

Dalam kajian konflik, sosiolog Dahrendorf merupakan salah satu tokoh penting yang mengembangkan teori konflik. Dahrendorf (1958) mengatakan bahwa konflik sosial dimaknai sebagai konflik yang lahir dari posisi-posisi di dalam struktur sosial secara independen yang berorientasi pada perubahan masyarakat. Lewis Coser (1957) memberikan batasan bahwa konflik sosial merupakan perjuangan terhadap nilai, status, kekuasaan, atau sumberdaya langka, dimana tujuan dari kelompok-kelompok yang berkonflik bukan saja untuk mendapatkan apa yang dimau, tetapi juga menetralkan, menyakiti, dan bahkan menghabisi lawan-lawannya.

Pemikiran teori konflik yang lebih kontemporer dikembangkan oleh Kriesberg (1998). Kriesberg (1998) menyebutkan bahwa konflik sosial akan eksis ketika dua atau lebih orang atau kelompok mempunyai kepercayaan bahwa mereka mempunyai tujuan yang tidak sesuai (incompatible objectives). Pengertian Kriesberg tersebut juga memasukkan dimensi-dimensi kepercayaan (beliefs), dan kesenjangan harapan (incompatible expectation) yang menyebabkan lahirnya konflik.

Sementara itu, mengacu pada pendekatan transformatif, sosiolog Universitas Indonesia Prayogo (2007) menyebutkan bahwa secara umum, teori konflik menekankan sebab konflik pada tiga variabel utama: ketimpangan, eksploitasi dan dominasi. Selain tiga variabel di atas, konflik juga disebabkan oleh adanya variabel perubahan politik dan pemberdayaan masyarakat. Secara umum, teori konflik hanya menjelaskan bahwa konflik dapat terjadi jika dalam relasi sosial antar institusi terdapat ketimpangan, eksploitasi dan dominasi. Tabel di bawah ini memperlihatkan peta penyebab konflik sosial.

Teoritisi KonflikPenyebab Konflik
Dahrendorf (1958)Konflik disebabkan oleh adanya posisi-posisi (kelas sosial) di dalam masyarakat.
Coser (1957)Konflik disebabkan oleh adanya perjuangan nilai, status, kekuasaan, dan sumberdaya langka.
Kriesberg (1998)
Konflik lahir karena adanya tujuan yang berbeda (incompatible objectives) dari individu dan kelompok di dalam masyarakat.
Prayogo (2007)Konflik disebabkan oleh adanya ketimpangan, eksploitasi, dan dominasi dalam masyarakat, serta terjadinya perubahan politik.

Dalam perkembangannya, teori tentang konflik sosial berkembang secara lintas disiplin, dan bukan lagi menjadi monopoli sosiologi. Fisher (2000) mencacat sejumlah teori yang digunakan dalam melakukan analisis tentang konflik yang lintas disiplin ilmu, sebagai berikut:

Pertama, teori hubungan masyarakat. Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh adanya polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.

Kedua, teori negosiasi prinsip. Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.