Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Wadas dan Konflik Agraria yang Berulang

Redaksi
×

Wadas dan Konflik Agraria yang Berulang

Sebarkan artikel ini

Ketiga, teori kebutuhan manusia. Teori ini berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam, disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia—fisik, mental, dan sosial—yang tidak terpenuhi atau dihalangi dalam proses pemenuhannya. Kebutuhan manusia berkembang dalam aspek keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi, dimana terhambatnya pemenuhan terhadap kebutuhan-kebutuhan ini akan melahirkan konflik di dalam masyarakat.

Keempat, teori identitas. Teori ini memberi penjelasan bahwa lahirnya konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu, atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.

Kelima, teori kesalahpahaman antarbudaya. Teori ini memberi penekanan bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.

Keenam, teori transformasi konflik. Teori ini berasumsi bahwa konfil lahir karena adanya masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran yang ingin dicapai oleh teori ini adalah mengubah berbagai struktur sosial yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi. Teori ini juga berupakan untuk mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, dan pengakuan antar pihak.

Fisher (2000) menawarkan cara melihat bentuk konflik di lapangan menurut sasaran dan prilaku aktor, sebagaimana terlihat dalam gambar di bawah ini. Bentuk-bentuk konflik oleh Fisher dibagi dalam empat bentuk: tanpa konflik, konflik laten, konflik terbuka, dan konflik di permukaan. Keempat bentuk konflik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Tanpa konflik. Kondisi tanpa konflik terlihat seolah-olah lebih baik. Namun, kalau kita pahami konflik dalam terminologi positif, maka kondisi tanpa konflik ini membuat masyarakat menjadi stagnan dan kurang dinamis. Jika setiap kelompok dalam masyarakat yang hidup damai, jika ingin keadaan ini terus berlangsung, maka mereka harus hidup bersemangat dan dinamis dengan cara memanfaatkan dan mengelola konflik secara kreatif.
  2. Konflik laten. Konflik jenis ini sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan sehingga dapat ditangani secara efektif.
  3. Konflik terbuka. Konflik jenis ini merupakan konflik yang berakar dalam dan nyata ada dan terlihat di dalam masyarakat. Karena sifatnya yang mengakar dan terbuka, maka diperlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai dampak yang ditimbulkannya.
  4. Konflik di permukaan. Konflik jenis ini mempunyai akar konflik yang dangkal atau tidak berakar, dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai kondisi di lapangan, dan dapat diselesaikan melalui komunikasi yang lebih baik.

Sumber dan Bentuk Konflik Agraria Wadas

Kalau kita mengacu pada kerangka teori konflik sosial di atas, maka konflik agraria di Wadas lebih dekat dianalisis dengan pendekatan transformasi konflik. Pendekatan ini menegaskan bahwa konflik sosial lahir disebabkan olah adanya ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam masyarakat. Prayogo (2007)—dengan mengacu pada pendekatan transformasi konflik—lebih eksplisit mengatakan bahwa konflik sosial disebabkan oleh adanya ketimpangan, eksploitasi, dan dominasi, serta terjadinya perubahan politik.

Namun demikian, konflik agraria Wadas juga bisa dianalisis menggunakan pendekatan Kriesberg (1998) bahwa konflik agraria Wadas lahir karena adanya tujuan yang berbeda (incompatible objectives) antara pemerintah dan warga Desa Wadas. Pemerintah mempunyai tujuan melakukan penambangan batuan andesit di Desa Wadas, sementara warga Desa Wadas yang menolak tambang mempunyai tujuan untuk menjadikan Desa Wadas seperti sediakala yang aman, damai dan tenteram. Dua tujuan yang berbeda inilah yang berkontestasi dan melahirkan konflik.

Karena itu, konflik agraria di Wadas sebenarnya bukanlah sebuah konflik yang rumit. Dari segi sumber konflik, maka konflik agraria Wadas disebabkan oleh adanya perbedaan tujuan, dan dominasi negara yang berupaya untuk mengeksploitasi tambang batuan andesit di Desa Wadas.

Di sisi lain, jika kita melihat bentuk konflik agraria di Wadas, maka konflik Wadas merupakan konflik permukaan. Konflik agraria Wadas mempunyai akar konflik yang dangkal atau tidak berakar, dan muncul hanya karena pemaksaan pihak tertentu yang lebih powerful, dalam hal ini pemerintah, untuk melakukan penambangan batuan andesit di desa ini.

Tabel di bawah ini memperlihatkan tipologi konflik agraria di Desa Wadas.

No. Tipologi KonflikKecenderungan Konflik Agraria Wadas
1.Penyebab konflik– Tujuan yang berbeda (incompatible objective) antara pemerintah dan masyarakat Wadas.
– Dominasi negara terhadap warga Desa Wadas.
– Eksploitasi tambang batuan andesit di Desa Wadas yang ditolak oleh warga desa.
2. Jenis konflikKonflik permukaan.
3. Keterlibatan Aktor– Aktor powerful: Pemerintah Pusat, Gubernur Jawa Tengah, aparat pemerintah Jawa Tengah, aparat kepolisian.

– Aktor powerles: masyarakat Desa Wadas yang menolak tambang batuan andesit.
4.Jejaring Aktor– Aktor powerful mempunyai alat-alat kekuasaan untuk memaksakan hadirnya tambang batuan andesit di Desa Wadas.

– Aktor powerles/masyarakat didukung oleh jejaring terbatas. Namun, media sosial membantu jejaringan dukungan kepada masyarakat Desa Wadas yang menolak tambang.
5.Kerumitan penyelesaiaan konflikKonflik agraria Desa Wadas cenderung lebih mudah untuk diselesaikan.

Penyelesaiaan Konflik Agraria Wadas

Penyelesaiaan konflik agraria Wadas tidaklah terlalu sulit untuk dilakukan, karena penyebab dan bentuk konflik agraria cenderung mudah diuraikan. Berbeda misalnya jika konflik disebabkan oleh adanya perbedaan nilai dan perjuangan kelas dalam masyarakat yang sangat rumit. Apalagi bentuk konfliknya terbuka dan mengakar mendalam. Untuk memudahkan analisis, penyelesaian konflik agraria Wadas bisa menggunakan konsep yang dikembangkan Fisher (2000) tentang kerangka penyelesaain konflik sosial dan konflik agraria dalam masyarakat, dalam tabel di bawah ini.