Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Wadas dan Konflik Agraria yang Berulang

Redaksi
×

Wadas dan Konflik Agraria yang Berulang

Sebarkan artikel ini

Pemikiran teori konflik yang lebih kontemporer dikembangkan oleh Kriesberg (1998). Kriesberg (1998) menyebutkan bahwa konflik sosial akan eksis ketika dua atau lebih orang atau kelompok mempunyai kepercayaan bahwa mereka mempunyai tujuan yang tidak sesuai (incompatible objectives). Pengertian Kriesberg tersebut juga memasukkan dimensi-dimensi kepercayaan (beliefs), dan kesenjangan harapan (incompatible expectation) yang menyebabkan lahirnya konflik.

Sementara itu, mengacu pada pendekatan transformatif, sosiolog Universitas Indonesia Prayogo (2007) menyebutkan bahwa secara umum, teori konflik menekankan sebab konflik pada tiga variabel utama: ketimpangan, eksploitasi dan dominasi. Selain tiga variabel di atas, konflik juga disebabkan oleh adanya variabel perubahan politik dan pemberdayaan masyarakat. Secara umum, teori konflik hanya menjelaskan bahwa konflik dapat terjadi jika dalam relasi sosial antar institusi terdapat ketimpangan, eksploitasi dan dominasi. Tabel di bawah ini memperlihatkan peta penyebab konflik sosial.

Teoritisi KonflikPenyebab Konflik
Dahrendorf (1958)Konflik disebabkan oleh adanya posisi-posisi (kelas sosial) di dalam masyarakat.
Coser (1957)Konflik disebabkan oleh adanya perjuangan nilai, status, kekuasaan, dan sumberdaya langka.
Kriesberg (1998)
Konflik lahir karena adanya tujuan yang berbeda (incompatible objectives) dari individu dan kelompok di dalam masyarakat.
Prayogo (2007)Konflik disebabkan oleh adanya ketimpangan, eksploitasi, dan dominasi dalam masyarakat, serta terjadinya perubahan politik.

Dalam perkembangannya, teori tentang konflik sosial berkembang secara lintas disiplin, dan bukan lagi menjadi monopoli sosiologi. Fisher (2000) mencacat sejumlah teori yang digunakan dalam melakukan analisis tentang konflik yang lintas disiplin ilmu, sebagai berikut:

Pertama, teori hubungan masyarakat. Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh adanya polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.

Kedua, teori negosiasi prinsip. Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.

Ketiga, teori kebutuhan manusia. Teori ini berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam, disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia—fisik, mental, dan sosial—yang tidak terpenuhi atau dihalangi dalam proses pemenuhannya. Kebutuhan manusia berkembang dalam aspek keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi, dimana terhambatnya pemenuhan terhadap kebutuhan-kebutuhan ini akan melahirkan konflik di dalam masyarakat.

Keempat, teori identitas. Teori ini memberi penjelasan bahwa lahirnya konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu, atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.

Kelima, teori kesalahpahaman antarbudaya. Teori ini memberi penekanan bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.