Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Wadas dan Konflik Agraria yang Berulang

Redaksi
×

Wadas dan Konflik Agraria yang Berulang

Sebarkan artikel ini

Keenam, teori transformasi konflik. Teori ini berasumsi bahwa konfil lahir karena adanya masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran yang ingin dicapai oleh teori ini adalah mengubah berbagai struktur sosial yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi. Teori ini juga berupakan untuk mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, dan pengakuan antar pihak.

Fisher (2000) menawarkan cara melihat bentuk konflik di lapangan menurut sasaran dan prilaku aktor, sebagaimana terlihat dalam gambar di bawah ini. Bentuk-bentuk konflik oleh Fisher dibagi dalam empat bentuk: tanpa konflik, konflik laten, konflik terbuka, dan konflik di permukaan. Keempat bentuk konflik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Tanpa konflik. Kondisi tanpa konflik terlihat seolah-olah lebih baik. Namun, kalau kita pahami konflik dalam terminologi positif, maka kondisi tanpa konflik ini membuat masyarakat menjadi stagnan dan kurang dinamis. Jika setiap kelompok dalam masyarakat yang hidup damai, jika ingin keadaan ini terus berlangsung, maka mereka harus hidup bersemangat dan dinamis dengan cara memanfaatkan dan mengelola konflik secara kreatif.
  2. Konflik laten. Konflik jenis ini sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan sehingga dapat ditangani secara efektif.
  3. Konflik terbuka. Konflik jenis ini merupakan konflik yang berakar dalam dan nyata ada dan terlihat di dalam masyarakat. Karena sifatnya yang mengakar dan terbuka, maka diperlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai dampak yang ditimbulkannya.
  4. Konflik di permukaan. Konflik jenis ini mempunyai akar konflik yang dangkal atau tidak berakar, dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai kondisi di lapangan, dan dapat diselesaikan melalui komunikasi yang lebih baik.

Sumber dan Bentuk Konflik Agraria Wadas

Kalau kita mengacu pada kerangka teori konflik sosial di atas, maka konflik agraria di Wadas lebih dekat dianalisis dengan pendekatan transformasi konflik. Pendekatan ini menegaskan bahwa konflik sosial lahir disebabkan olah adanya ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam masyarakat. Prayogo (2007)—dengan mengacu pada pendekatan transformasi konflik—lebih eksplisit mengatakan bahwa konflik sosial disebabkan oleh adanya ketimpangan, eksploitasi, dan dominasi, serta terjadinya perubahan politik.

Namun demikian, konflik agraria Wadas juga bisa dianalisis menggunakan pendekatan Kriesberg (1998) bahwa konflik agraria Wadas lahir karena adanya tujuan yang berbeda (incompatible objectives) antara pemerintah dan warga Desa Wadas. Pemerintah mempunyai tujuan melakukan penambangan batuan andesit di Desa Wadas, sementara warga Desa Wadas yang menolak tambang mempunyai tujuan untuk menjadikan Desa Wadas seperti sediakala yang aman, damai dan tenteram. Dua tujuan yang berbeda inilah yang berkontestasi dan melahirkan konflik.

Karena itu, konflik agraria di Wadas sebenarnya bukanlah sebuah konflik yang rumit. Dari segi sumber konflik, maka konflik agraria Wadas disebabkan oleh adanya perbedaan tujuan, dan dominasi negara yang berupaya untuk mengeksploitasi tambang batuan andesit di Desa Wadas.

Di sisi lain, jika kita melihat bentuk konflik agraria di Wadas, maka konflik Wadas merupakan konflik permukaan. Konflik agraria Wadas mempunyai akar konflik yang dangkal atau tidak berakar, dan muncul hanya karena pemaksaan pihak tertentu yang lebih powerful, dalam hal ini pemerintah, untuk melakukan penambangan batuan andesit di desa ini.