Scroll untuk baca artikel
Terkini

Yuk Gunakan Bus Transjakarta untuk Mengurangi Krisis Iklim

Redaksi
×

Yuk Gunakan Bus Transjakarta untuk Mengurangi Krisis Iklim

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Sektor transportasi merupakan penyumbang emisi gas rumah kaca yang signifikan di Asia Tenggara. Pada Paris Agreement 2015 lalu, negara-negara ASEAN berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara global demi mencapai netralitas iklim. Bahkan Badan Energi International (IEA) pun merekomendasikan, penggunaan 60 persen kendaraan listrik pada 2030.

Senada dengan kebijakan pemerintah Indonesia pada 2030 nanti, akan menghentikan semua penjualan motor, dan pada 2040 akan menghentikan penjualan mobil yang seluruhnya berbahan bakar fosil. Pemerintah pun mempercepat program transisi energi dari energi kotor menuju energi bersih pada 2050.

Penggunaan moda transportasi publik, menjadi solusi yang tepat dan strategis untuk mengurangi krisis iklim di masa depan. Warga Jakarta dapat menggunakan bus Transjakarta dalam koridor, bus Transjakarta listrik diluar koridor, bus pink Transjakarta, Minitrans, Mikrotrans hingga bus wisata Transjakarta.

Selama 23 tahun menjadi warga Jakarta, penulis memilih menggunakan moda transportasi publik, sebagai komitmen memerangi krisis iklim dan menekan polusi udara di Jakarta. Selain faktor kenyamanan, keamanan, ketepatan waktu dan harga tiket yang terjangkau, saat menggunakan bus Transjakarta.

Data IQAir pada 7 November 2022, indeks kualitas udara (AQI) 118 dan polusi udara PM2.5 di Jakarta, dengan status tidak sehat bagi kelompok rentan yang sensitif. Jika tidak ada kesadaran kolektif warga Jakarta untuk menggunakan transportasi publik, tentu akan memperparah krisis iklim di masa depan.

Peneliti Transisi Energi Sektor Transportasi, Faris Adnan dari Institute for Essential Service Reform (IESR) mengungkapkan, “Sektor transportasi merupakan penghasil emisi gas rumah kaca yang besar di Indonesia, salah satunya kendaraan darat.

Ada tiga cara dekarbonisasi yang bisa dilakukan antara lain; menggunakan transportasi umum dan mengurangi jarak tempuh kita ke kantor, mengurangi konsumsi kendaraan pribadi, lalu mengganti bahan bakar yang bersih alias clean fuel dan elektrifikasi. Sayangnya elektrifikasi juga tidak bisa diterapkan untuk bus jarak jauh, karena belum adanya infrastruktur pendukung.”

Persoalan polusi udara dan krisis iklim ini dikeluhkan warga Jakarta selama bertahun-tahun. Bahkan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyatakan tergugat I sampai IV: Presiden Republik Indonesia hingga Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri telah melakukan perbuatan melawan hukum berkaitan dengan penanganan polusi udara. Artinya, pemerintah telah dua kali kalah di pengadilan melawan gugatan 32 warga Jakarta pada tahun sebelumnya dan tahun ini.

Bus Transjakarta saat melintas di salah satu jalan Ibukota

Udara Jakarta masih dikepung asap dari PLTU berbasis batubara, sebagai penyumbang terbesar polusi udara di Jakarta. Namun pemerintah bersiap akan menghentikan (pensiun) PLTU pada 2045, untuk mencapai net zero emmisions.

Sedangkan sektor transportasi berbasis bahan bakar fosil yang berkontribusi besar mencemari udara Jakarta, juga akan dihentikan. Langkah paling bijak bagi warga Jakarta, beralih gunakan moda transportasi publik secara massal, terutama bus-bus Transjakarta, selain KRL, MRT dan LRT.

Negara-negara di Eropa seperti Denmark, Jerman, Belanda, Norwegia, Perancis dan negara lainnya, mulai melakukan transisi energi dengan membangun inovasi teknologi transportasi publik yang ramah lingkungan, seperti bus berbasis hidrogen, rel kereta bertenaga surya dan lainnya. Pembatasan motor dan mobil berbasis fosil juga dilakukan di berbagai negara, termasuk Asia seperti Korea Selatan dan Jepang.