Scroll untuk baca artikel
Blog

10 Puisi untuk Negeri – Puisi Eko Tunas

Redaksi
×

10 Puisi untuk Negeri – Puisi Eko Tunas

Sebarkan artikel ini

Waktu terasa begitu singkat
apalagi setiap tiba lebaran
Anak-anak berkumpul
makan lontong opor bersama
lalu saling minta maaf
Aku diam-diam selalu membatin
waktu itu bagaimana rupanya

Apakah waktu ada lima
rupa-rupa rupanya
Jam, hari, minggu, bulan, tahun
Kadang ada juga yang meletus
entah bulan apa tahun berapa
Aku selalu lupa
pun mereka tak mengingatnya

Itu mungkin sebabnya
mengapa waktu cepat berlalu
Lalu aku makin tua
sebentar lagi meninggal dunia
Hari apa bulan apa
mungkinkah tanggal lima dan
aku serupa balon meletus…

Dor!
apa warnanya?

Semarang 3 Juni 2017

Malu

Ini 2017 sebelum 2018
menjelang 2019
Kita bahkan tahu apa yang akan terjadi ke depan
Bukan macam pembuat sejarah atau ramalan Jayabaya
Tapi justru karena kita penyair dan rakyat biasa sabar

Alkisah di ini negeri ma’nyos sang blasteran paman samtrump
Terajulah setiap muka pasang
topeng manusia
Pasang badan tidak hanya
para saudara oom
Tapi juga pedagang dari kedai
kopi hingga parlemen

Bukan sekadar teriakan jalanan
om tolalet om
Tapi milyar triliun atas setoran Partai Korupsi Indonesia
Yang sudah benderang atau masih di bawah meja
Tidak ada lagi etika politik
atau moral agama

Sekali lagi kita semua ini penyair
dan rakyat negeri
Kita tulis puisi yang kita percuma
dapatkan keindahan
Lalu rakyat dari hari ke hari
menanggung malu:
Nonton lakon keuangan yang
tidak adil dan tidak beradab

Halo dokter siapkan obat baru
untuk penyakit malu kami…

Semarang 24 Juli 2017

Selalu Ingin

: Ria Idroes, Hamzah Ismail, dan saudara-saudaraku di Mandar

Aku selalu ingin menulis sajak paling sederhana untukmu
Tentang kota lalu kamu yang tinggal bekerja untuk anak
Tentang apa saja yang hadir dengan atau tanpa alasan
Di Mandar aku mengenal siapa maradia apa balanipa
Ikan tongkol dan sapi memberi makan Kahar Muzakar
Aneh ke sana aku selalu ingin pulang membawa kuda

Inditia tumuane banang pute sarana musik terbawa angin
Batok kelapa dan bambu jadi calong pengusir hama
Aku mandi di sungai bersama para ibu berkain cuma
Terdengar di televisi petani reformasi terjadi di negeri
Ini nagari pembuat pinisi berlayar sampai Madagaskar
Ingatlah kalian yang berseteru antara saudara sendiri

Inggo di linggo manggo nyanyi sunyi nelayan di tengah laut
Ini puisiku untuk mereka yang menarung nasib hidup mati
Baik buruk merekalah anak syairku dilampus waktu ruri
Dilampau kerja saudaraku di tanah-tanah dilupakan sejarah
O Tator Bugis dan saudara Amana Gapa para rakyat sejati
Di bahumu aku melihat nagari terpanggul menjadi negeri

Semarang 5 Oktober 2017

Heran

Heran saja ini jaman milenial
tapi kamu bicara kolonial
Di Batavia kapal berlabuh
dan kerja keras para buruh
Camar berkabar tentang kamu
tertunduk dalam hari terjemu