Inggo di linggo manggo nyanyi sunyi nelayan di tengah laut
Ini puisiku untuk mereka yang menarung nasib hidup mati
Baik buruk merekalah anak syairku dilampus waktu ruri
Dilampau kerja saudaraku di tanah-tanah dilupakan sejarah
O Tator Bugis dan saudara Amana Gapa para rakyat sejati
Di bahumu aku melihat nagari terpanggul menjadi negeri
Semarang 5 Oktober 2017
Heran
Heran saja ini jaman milenial
tapi kamu bicara kolonial
Di Batavia kapal berlabuh
dan kerja keras para buruh
Camar berkabar tentang kamu
tertunduk dalam hari terjemu
Napasmu terhela kata merdeka
terbebas dari tiang feodal
Tapi kapal baru dan ancaman
perang antar ras di tiap zaman
Gelombang laut di samodramu
lebih besar dari laut arafuru
Jadi apa terjadi di pantai utara
saat sejarah terbalik meraya
Anak-anak dari langit Jakarta
bertanya di tengah khaos kota
Kami sedang bergerak maju
tapi ke mana pikiranmu menuju
Semarang 17 Oktober 2017
Malam Merah
Tak ada malam di jazirah
Berat memanggul sejarah
Seperti katamu pada puisi
Hanya ada janji demarkasi
Atau beban ini jadi biasa
Antara bertahan atau binasa
Mengapa mesti mengada
Bukankah kita sungguh ada
Masih bertanya tentang sekutu
Padahal hakikatnya kita seteru
Hingga akhir kisah manusia
Selalu disesali karena tersia
Begitulah sejak adam makrifat
Yudha terjadi sepanjang hayat
Ialah karena beda jenis kelamin
Atau mazab alif hingga amin
Pun ideologi dunia diciptakan
Tak kan perang terselesaikan
Semarang 15 Oktober 2017