Muhammad Ali Al-Sabuni memperkuat tafsīrnya ini dengan mengutip al-Tashil, bahwa kata al-kawā’ib merupakan bentuk jamak dari ka’ib yang memiliki arti dasar gadis perawan yang menonjol (keluar tegak) bentuk payudaranya.
15. Usianya sama dengan suaminya
Sebagaimana dijelaskan pada poin sebelumnya (poin l) bahwa usia bidadari di surga setara dengan pasangannya. Tidak lebih dan tidak kurang.
16. Selalu bersenang-senang dengan suaminya
Dijelaskan oleh Muhammad Ali Al-Sabuni bahwa orang-orang beriman akan masuk ke surga bersama pasangan-pasangan wanitanya (istrinya) yang beriman. Kemudian di dalam surga mereka menikmati, bersenang-senang (istisrār). Sehingga kebahagiaan itu memancar dari wajah-wajah mereka.
Sifat ini –sebagaimana diberikan tafsīrnya oleh Muhammad Ali Al-Sabuni mengarah pada dua hal; bahwa bidadari dalam ayat ini adalah bidadari yang berasal dari wanita mukmin di dunia, yang bersama suaminya yang beriman bersama-sama masuk surga.
Dan di dalam surga, mereka bersenang-senang sebagai suami istri, di mana kata tuh}barūn, bermakna istimtā’ (hubungan badan).
17. Keanggunan yang sempurna
Bidadari di surga, baik yang dari wanita mukminah di dunia, maupun yang khusus diciptakan di surga, semuanya memiliki keanggunan yang tiada tara, (sehingga digelari hūrun‘īn).
Sebagai deskripsi puncak tentang sosok yang rupawan dan dipenuhi segala kesempurnaan, demi memenuhi kebahagiaan para penghuni surga. Kembali lagi di sini ditekankan oleh Muhammad Ali Al-Sabuni, bahwa julukan hūrun ‘īn adalah bersifat netral kelamin. []