Scroll untuk baca artikel
Blog

18 Juni Hari Melawan Ujaran Kebencian Sedunia

Redaksi
×

18 Juni Hari Melawan Ujaran Kebencian Sedunia

Sebarkan artikel ini

Mulai tahun ini, setiap tanggal 18 Juni diperingati sebagai Hari Melawan Ujaran Kebencian Sedunia.

BARISAN.CO – Juli tahun lalu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menyoroti keprihatinan global terhadap ujian kebencian, terutama cyber bullying. Keprihatinan atas penyebaran eksponensial dan proliferasi ujaran kebencian di seluruh dunia. Bahkan PBB mengadopsi resolusi pada mempromosikan dialog serta toleransi antaragama dan antarbudaya dalam melawan ujaran kebencian.

Resolusi tersebut mengakui perlunya melawan diskriminasi, xenofobia, dan ujaran kebencian serta menyerukan kepada semua aktor terkait termasuk negara untuk meningkatkan upayanya dalam mengatasi fenomena ini yang sejalan dengan hukum hak asasi manusia internasional.

Resolusi tersebut mencanangkan 18 Juni sebagai Hari Melawan Ujaran Kebencian Sedunia yang pertama kalinya diperingati mulai tahun 2022.

Akhir bulan lalu, boyband Korea, BTS datang ke Gedung Putih AS berbicara tentang kebencian anti-Asia. Band yang beranggotakan 7 orang ini juga membahas pengalamannya menghadapi rasisme selama tur global dalam sebuah pernyataan Twitter tahun lalu.

Mengutip RNZ, organisasi nirlaba Amerika, Center for Countering Digital Hate (CCDH) mengatakan, platform media sosial secara kolektif gagal untuk bertindak atas 89 persen posting berisi kebencian anti-Islam dan Islamofobia, bahkan setelah dilaporkan ke moderator.

YouTube dianggap pelanggar terburuk, mengabaikan 100 persen posting anti-Muslin dan Islamofobia. Sedangkan Twitter gagal menindaklanjuti (97%), Facebook (94%), Instagram (86%), dan TikTok (64%). CCDH setidaknya menandai 530 postingannya yang telah dilihat sekitar 25 juta kali.

Kepala eksekutif CCDH, Imran Ahmed menyampaikan, banyak konten yang mudah diidentifikasi, namun platform memilih untuk tidak bertindak.

“Sebagian besar konten kebencian yang kami temukan terang-terangan dan mudah ditemukan, bahkan dengan tagar Islamofobia beredar secara terbuka, dan ratusan ribu pengguna tergabung dalam kelompok yang didedikasikan untuk menyebarkan kebencian anti-Muslim,” katanya.

Menurut Imran, ketika perusahaan media sosial gagal menindak konten yang penuh kebencian dan kekerasan itu akan menormalkan opini tersebut, memberi pelaku rasa impunitas, dan dapat mengobarkan kekerasan offline.

Dia menambahkan, platform sadar betul informasi itu berbahaya, namun tidak ada insentif untuk membereskan masalah tersebut.

Orang terkadang keliru mengartikan kebebasan berbicara dengan ujaran kebencian. Mereka mengira melawan ujaran kebencian sama dengan membatasi atau melarang kebebasan berpendapat. Padahal, tidak seperti itu.

Kebebasan berbicara memungkinkan orang berdiskusi tentang keyakinan, pemikiran, dan idenya secara terbuka, namun ada batasan untuk kebebasan ini. Di sisi lain, ujaran kebencian menghasut kerugian atau kekerasan terhadap orang lain dan tidak menghormati batasan.

Selain itu, ada perbedaan lain. Jika kebebasan berbicara mendorong debat dengan menghadirkan dua sisi masalah secara bebas, tapi sopan sedangkan ujaran kebencian mendorong kekerasan dengan sengaja menyinggung pihak lain dan mendukung tindakan diskriminatif.

Ujaran kebencian tidak hanya menyangkal nilai-nilai di masyarakat, tetapi juga merusak prinsip tujuan inti Piagam PBB, seperti martabat manusia, kesetaraan, dan perdamaian.

“Kebencian adalah bahaya bagi semua orang sehingga untuk memeranginya harus menjadi pekerjaan bagi semua orang”. Antonio Gutteres (Sekjen PBB)

Pertumbuhan akses internet tidak diragukan akan mungkin menghasilkan lebih banyak ujaran kebencian online. Kelompok minoritas paling rentan menghadapi konsekuensi ini.

Seluruh elemen masyarakat berperan penting dalam menghentikan penyebaran ujaran kebencian menjadi konflik sosial dan diharapkan dapat mencegahnya sejak awal.