2. Suami wajib menafkahi orang tuanya
Diantara kewajiban anak adalah memberi nafkah kepada oran tuanya yang sudah lanjut usia sebagi salah satu bentuk berbuat baik kepada orang tua. Dalam Islam pemberian nafkah anak kepada orang tuanya yang sudah tua disamakan dengan jihad fisabilillah.
Bahkan Nabi Saw memberikan isyarat bahwa, ”Kedua orang tua itu makan dari harta anaknya dengan jalan yang ma’ruf dan anak tidak boleh memakan harta kedua orang tuanya tanpa seizin mereka” (HR. Dailami).
3. Seimbang antara pendapatan dan pembelanjaan atau pengeluaran
Seorang istri tidak boleh membebani suami dengan beban yang berada di luar kemampuan suaminya. Istri sebagai manajer keuangan rumah tangganya harus dapat mengatur pengeluaran atau pembelanjaan rumah tangganya sesuai dengan penghasilan suaminya.
Jangan sampai istri membuat pembelanjaan lebih besar dari penghasilan suaminya, sehingga mengakibatkan suami melakukan perbuatan yang justru melanggar syariah Islam karena hanya untuk menyenangkan istrinya. Jangan sampai ‘besar pasak daripada tiang’.
Abu Bakar as-Shidiq dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa, “Sesungguhnya aku membenci penghuni rumah tangga yang membelanjakan atau menghabiskan bekal untuk beberapa hari dalam satu hari saja”.
Sebagaimana diketahui, bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja dan berusaha dengan baik. Islampun menganjurkan agar dalam membelanjakan hartanya dengan tujuan yang baik dan bermanfaat bagi manusia.
Untuk itulah rumah tangga muslim hendaknya memiliki konsep bahwa pembelanjaan hartanya akan
4. Mengutamakan pembelanjaan untuk hal primer
Islam mengajarkan bahwa pembelanjaan harta dalam rumah tangga muslim hendaknya memiliki prioritas mana yang harus didahulukan. Dalam konteks maslahah (kemaslahatan) yang menjadi tujuan syariah. Maka tuntutan kebutuhan bagi manusia itu bertingkat-tingkat.
Secara berurutan, peringkat itu adalah dharuriyyat (primer), hajiyyat (sekumder) dan tahsiniyyat (tersier). Kebutuhan dloruriyah (primer) adalah kebutuhan untuk memelihara kebutuhankebutuhan yang esensial yang dapat menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta .
Tanpa kebutuahn ini, hidup manusia tidak akan berlangsung. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan rasa aman dan pernikahan.
Kebutuhan hajiyyat (sekunder) tidak termasuk kebutuhan yang esensial melainkan kebutuhan untuk memudahkan hidup manusia. Tidak terpenuhinya kebutuhan ini tidak mengancam eksistensi manusia tetapi hanya akan menimbulkan kesulitan bagi mukallaf.
Kebutuhan tahsiniyyat (terier) adalah kebutuhan yang menunjang peningkatan martabat seseorang dalam masyarakat dan di hadapan Allah sesuai dengan kepatutan. Pemenuhan kebutuhan bergantung pada kebutuhan primer dan sekunder dan semua terkait dengan tujuan syariah.