Abu Bakar as-Shidiq dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa, “Sesungguhnya aku membenci penghuni rumah tangga yang membelanjakan atau menghabiskan bekal untuk beberapa hari dalam satu hari saja”.
Sebagaimana diketahui, bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja dan berusaha dengan baik. Islampun menganjurkan agar dalam membelanjakan hartanya dengan tujuan yang baik dan bermanfaat bagi manusia.
Untuk itulah rumah tangga muslim hendaknya memiliki konsep bahwa pembelanjaan hartanya akan
4. Mengutamakan pembelanjaan untuk hal primer
Islam mengajarkan bahwa pembelanjaan harta dalam rumah tangga muslim hendaknya memiliki prioritas mana yang harus didahulukan. Dalam konteks maslahah (kemaslahatan) yang menjadi tujuan syariah. Maka tuntutan kebutuhan bagi manusia itu bertingkat-tingkat.
Secara berurutan, peringkat itu adalah dharuriyyat (primer), hajiyyat (sekumder) dan tahsiniyyat (tersier). Kebutuhan dloruriyah (primer) adalah kebutuhan untuk memelihara kebutuhankebutuhan yang esensial yang dapat menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta .
Tanpa kebutuahn ini, hidup manusia tidak akan berlangsung. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan rasa aman dan pernikahan.
Kebutuhan hajiyyat (sekunder) tidak termasuk kebutuhan yang esensial melainkan kebutuhan untuk memudahkan hidup manusia. Tidak terpenuhinya kebutuhan ini tidak mengancam eksistensi manusia tetapi hanya akan menimbulkan kesulitan bagi mukallaf.
Kebutuhan tahsiniyyat (terier) adalah kebutuhan yang menunjang peningkatan martabat seseorang dalam masyarakat dan di hadapan Allah sesuai dengan kepatutan. Pemenuhan kebutuhan bergantung pada kebutuhan primer dan sekunder dan semua terkait dengan tujuan syariah.
Mengetahui urutan peringkat kebutuhan di atas menjadi penting artinya, apabila dihubungkan dengan skala prioritas penerapannya, ketika kebutuhan yang satu berbenturan dengan kebutuhan yang lain. Dalam hal ini tentu peringkat pertama, daruriyyat, harus didahulukan daripada peringkat kedua, hajiyyat, dan peringkat ketiga, tahsiniyyat.
5. Menghindari pembelanjaan untuk barang mewah
Islam melarang pembelanjaan yang berlebih-lebihan, bermewah-mewahan karena hal itu dapat mendatangkan kerusakan dan kebinasakan. Sebagimana yang difirmankan Allah Swt.
”dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orangorang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan di dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”. (QS. al-Isra’:16).
Untuk itulah sebagai tindakan preventif tidak dibolehkan pula pembelanjaan harta rumah tangga yang tidak mendatangkan manfaat, baik manfaat material maupun spiritual.
6. Bersikap tawasut
Islam mengajarkan sikap pertengahan dalam segala perkara. Begitu juga dalam membelanjakan harta, yaitu tidak berlebihan dan tidak kikir. Sikap berlebihan adalah sikap yang dapat merusak jiwa, harta dan masyarakat.
Sementara kikir adalah sikap hidup yang dapat menahan dan membekukan harta. Sebagaimana difirmankan Allah Swt.
“dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebihan, dan tidak pula kikir dan adalah pembelanjaan itu ditengah-tengah antara yang demikian”. (QS. al-furqan: 67).
Dalam ayat lain Allah juga berfirman, ”dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkan karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”. (QS. al-isra’: 29).
Hal ini juga dikuatkan dengan hadits Nabi saw, ”tidak akan miskin orang yang bersikap pertengahan dalam pengeluaran”. (HR. Ahmad).