Daur ulang pembakaran ini berkembang menjadi proses pengelolaan sampah yang efisien dan membantu negara ini secara drastis mengurangi jumlah sampah rumah tangga ke TPA. Upaya ini juga membantu menurunkan ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Sayangnya, cara itu bukan tanpa kontroversi. Banyak aktivis menganggap, proses tersebut mengirim lebih banyak polusi dan racun ke udara.
Badan Perlindungan Lingkungan Swedia mengakui bahwa proses pembakaran memang tidak sempurna, tetapi kemajuan teknologi dan pengenalan pembersihan gas buang telah mengurangi dioksin di udara dalam jumlah yang sangat kecil.
Keberhasilan Swedia menangani sampah tidak terjadi dalam semalam. Ini hasil dari perubahan budaya selama beberapa dekade.
“Sejak tahun 70-an, Swedia mengadopsi aturan dan regulasi yang cukup ketat dalam menangani limbah, baik rumah tangga dan lebih banyak kotamadya dan perusahaan. Orang mempertanyakan pekerjaan yang harus mereka lakukan,” ungkap Anna.
Pada tahun 1967 negara ini menjadi negara pertama yang mendirikan Badan Perlindungan Lingkungan, Naturvardsverket. Bahkan, di tahun 1995, Swedia juga menjadi negara pertama yang mengenalkan pajak karbon demi membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Di balik kontroversi yang terjadi atas pembakaran sampah di Swedia, tahun lalu, negara ini menempati peringkat kedua dalam Laporan Pembangunan Berkelanjutan PBB dan Indeks Inovasi Global, dan menduduki puncak indeks daya saing berkelanjutan global.
Keseriusan pemerintahnya perlu diikuti negara lain di dunia. Sebab, tanpa adanya pengelolaan limbah yang terstruktur dengan baik, bencana bisa terjadi bahkan berbagai penyakit dan lingkungan turut tercemar. [rif]