Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

99% Sampah Didaur Ulang, Swedia Terpaksa Impor Sampah

Redaksi
×

99% Sampah Didaur Ulang, Swedia Terpaksa Impor Sampah

Sebarkan artikel ini

Sampah menjadi masalah di banyak negara. Namun, hal berbeda justru terjadi di Swedia yang terpaksa harus impor sampah agar dapat diolah menjadi listrik.

BARISAN.CO – Akhir tahun 2016, pemerintah Swedia menghadapi masalah yang benar-benar unik. Bangsa Skandinavia itu kehabisan sampah.

Berkat program waste-to-energy (WTE) yang inovatif, Swedia berada di situasi terpaksa harus mengimpor sampah dari negara lain di Eropa, seperti Inggris, Italia, Irlandia dan Norwegia. Sejak revolusi energi, negara itu terbantu menghilangkan limbahnya sambil membantu produsen sampah lainnya membuang sampah.

Jumlah populasi di sana berkisar 10 juta jiwa. Mereka mendaur ulang lebih dari 99 persen sampah rumah tangganya.

Dari limbah rumah tangga yang dihasilkan pada tahun 2017, sekitar 15,5 persennya diolah untuk daur ulang biologis, 33,8 persen untuk daur ulang material, dan 50,2 persen sisanya digunakan untuk pemulihan energi.

Swedia memahami kelangkaan sumber daya dan perubahan iklim menjadi tren yang sulit diukur.

Mengutip HuffPost, direktur komunikasi manajemen Sampah Swedia, Anna-Carin Gripwell mengatakan, sampah sudah menjadi komoditas berbeda.

“Bukan hanya pemborosan, ini juga bisnis,” kata Anna.

Setiap tahun, rata-rata orang Swedia menghasilkan 461 kilogram sampah. Program pengelolaan limbah yang dirancang di sana untuk mencegah kerusakan alam, terdiri dari pengurangan, penggunaan kembali, daur ulang, alternatif daur ulang (pemulihan melalui pembangkit WTE), dan sisanya, baru dibuang ke TPA.

Namun, sebelum sampah diangkut oleh truk, pemilih rumah dan bisnis harus memilah terlebih dahulu. Menurut hukum Swedia, produsen bertanggung jawab menangani semua biaya terkait dengan pengumpulan dan daur ulang atau pembuangan produk mereka. Jika sebuah perusahaan menjual minuman dengan kemasan plastik dikenakan tanggung jawab finansial untuk membayar pengumpulan botol serta biaya daur ulang atau pembuangan terkait.

Aturan yang diperkenalkan pada 1990-an ini mendorong perusahaan lebih proaktif dan sadar lingkungan tentang produksi mereka yang dibawa ke pasar. Ini juga cara cerdas untuk merngankan pembayar pajak dari biaya pengelolaan limbah penuh.

Menurut data yang dikumpulkan dari perusahaan daur ulang Swedia, Returpack, masyarakat di sana secara kolektif mengembalikan 1,5 miliar botol dan kaleng setiap tahunnya. Yang tidak dapat digunakan kembali atau didaur ulang biasanya menuju ke pabrik insinerasi WTE.

Pembangkit WTE beroperasi dengan memuat sampah ke dalam tungku, membakarnya untuk menghasilkan uap yang digunakan memutar turbin generator agar menghasilkan listrik. Kemudian, listrik itu dikirim ke jalur transmisi dan distribuskan ke seluruh negeri yang mampu menghasilkan 950.000 pemanas dan 260.000 rumah teraliri listrik.

Daur ulang pembakaran ini berkembang menjadi proses pengelolaan sampah yang efisien dan membantu negara ini secara drastis mengurangi jumlah sampah rumah tangga ke TPA. Upaya ini juga membantu menurunkan ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Sayangnya, cara itu bukan tanpa kontroversi. Banyak aktivis menganggap, proses tersebut mengirim lebih banyak polusi dan racun ke udara.

Badan Perlindungan Lingkungan Swedia mengakui bahwa proses pembakaran memang tidak sempurna, tetapi kemajuan teknologi dan pengenalan pembersihan gas buang telah mengurangi dioksin di udara dalam jumlah yang sangat kecil.

Keberhasilan Swedia menangani sampah tidak terjadi dalam semalam. Ini hasil dari perubahan budaya selama beberapa dekade.

“Sejak tahun 70-an, Swedia mengadopsi aturan dan regulasi yang cukup ketat dalam menangani limbah, baik rumah tangga dan lebih banyak kotamadya dan perusahaan. Orang mempertanyakan pekerjaan yang harus mereka lakukan,” ungkap Anna.