Scroll untuk baca artikel
Terkini

Han Gagas: Literasi dan Bacaan Tidak Bermutu

Redaksi
×

Han Gagas: Literasi dan Bacaan Tidak Bermutu

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Aktivis TBM dan Pegiat Penguatan Literasi Supardi Kafha mengutip Ki Hadjar Dewantara bahwa tujuan pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (karakter), pikiran (intelek – kompetensi dan tubuh anak (keterampilan – literasi).

Menurutnya, bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita.

“Jadi ketika bicara literasi posisinya pada tubuh anak yakni keterampilan – literasi. Sebagai keterampilan mesti dimiliki siapapun kita dan di manapun kita,” kata Supardi dalam diskusi selapanan Rawon Kamis Manies yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (23/6/2021) malam.

Sementara itu Kementerian Pendidikan dan Budaya merumuskan literasi dibagi menjadi enam yakni literasi baca dan tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.

Supardi menyatakan, saat ini fokusnya bukan anak membaca, melainkan membaca buku bermutu.

Lebih lanjut pegiat Literasi ini mengatakan, maka anak-anak harus memperoleh banyak buku. Buku-buku yang hidup. Sedangkan ciri pustaka hidup yakni pertama, ditulis oleh orang yang kompeten dan mencintai bidang tulisannya. Kedua, bermutu sastrawi, ekspresi berbahasanya pas, indah, runtut, dan mengesankan. Ketiga, mengandung nilai yang menggugah, tapi tidak menggurui. Dan keempat, tidak meremehkan kecerdasan pembaca.

“Living library, tugas kita adalah memelihara jiwa anak dengan asupan gagasan, sebagaimana kita memelihara kehidupan jasmani dengan asupan makanan,” terangnya.

Acara selapanan ini didukung oleh Perkumpulan Harmoni Hijau Hitam. Mengusung tema Dunia Literasi bersama Kita yang dimoderatori Sapto Widodo.

Novelis Han Gagas menyampaikan saat ini terbuka peluang untuk mempublikasikan karya dan semua orang boleh menggaku sebagai penulis.

“Tapi itu bukan sebagai profesi, hanya sekadar kebanggaan diri atau eksistensi. Hal ini terkait motivasi menulis seperti  hobi atau kesenangan, eksistensi atau popularitas, duit dan amalan kreatif atau jalan perjuangan,” sambungnya.

Penulis buku Orang-Orang Gila ini mengatakan begitu mudahnya mempublikasikan karya. Sehingga membuat mutu tulisan berserak dimana-mana. Bagi pembaca awan yang tidak paham, akan terjebak pada segment pada bacaan yang tidak bermutu dan tidak berkualitas.