MENURUT laporan investigasi TEMPO, Pimpinan KPK diduga perintahkan penyidik untuk memeriksa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan perihal kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul. Para penyidik dikabarkan terpaksa memanggil Anies lantaran enggan terlibat masalah dengan petinggi KPK.
Seorang narasumber yang diwawancarai menyebutkan sejak awal KPK tidak punya rencana memanggil dan memeriksa Gubernur Anies. Alasannya, penyidik tidak menemukan keterkaitan Anies dengan perbuatan materiil para tersangka. “Ada perintah dari pimpinan dan struktural”, kata sumber itu.
Laporan Tempo memperkuat dugaan saya. Kemarin sudah saya tulis, pemanggilan Anies terkesan terlalu dipaksakan. BUMD adalah badan hukum terpisah dari Pemda (cek PP 54/2017 BUMD). Pengadaan barang dan jasa, termasuk tanah, adalah urusan internal perusahaan yang tak butuh persetujuan Pemda.
Pengalokasian dan pencairan penyertaan modal daerah (PMD) untuk Perusda PSJ, Rp 1.8 Triliun, dibuat dan disepakati bersama antara Pemda dan DPRD. Pencairannya juga mengacu pada anggaran yang sudah dialokasikan dalam Perda APBD.
Semua proses dijalankan berdasarkan aturan hukum. Tak ada bukti perbuatan melawan hukum dari sisi para pejabat Pemda, apalagi gubernur.
Semua keterangan telah jelas didapatkan dari para pejabat Pemda yang lebih mengetahui proses teknis penganggaran dan pencairan PMD. Tidak ada bukti keterlibatan materiil gubernur terhadap kasus. Lah kok maksa memanggil gubernur?
Langkah pimpinan KPK ini teramat berbahaya. Bukan hanya bagi Pak Anies dan Pak Pras yang kemarin dipanggil, tapi juga bagi kita semua. Terutama warga yang tak punya koneksi dengan penguasa.
Kita ini ibarat paku-paku yang akan dipukul jika bersuara berbeda. Masak kita rela KPK yang merupakan anak kandung reformasi direduksi hanya sebagai palu untuk memukul kepentingan politik yang berbeda?
Tatak Ujiyati
(catatan pagi)