Penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi tantangan besar, terutama akibat intervensi politik yang kerap membelokkan proses keadilan demi kepentingan kekuasaan.
Oleh: Imam Trikarsohadi
(Dewan Pakat Pusat Kajian Manajemen Strategik)
TIM penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyematkan rompi jingga bertuliskan “Tahanan KPK” kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto atas perannya dalam perkara dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan, Kamis sore,20 Pebruari 2025.
Untuk diketahui, akar miming ini telah ramai selama bertahun-tahun, untuk kemudian mengkerucut pada 24 Desember 2024 saat penyidik KPK menetapkan dua orang tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).
Saat itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumsel I.
HK juga diketahui mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.
“HK bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019—2024 dari Dapil Sumsel I,” ujar Setyo.
Menyikapi prahara ini, tentu kita menghormati proses hukum terhadap semua pihak yang diduga terkait tindak pidana selama penegakan hukumnya berjalan sesuai prinsip hukum yang semestinya (due process of law).
Meski kita juga tahu bahwa penegakan hukum terhadap kasus tindak pidana korupsi masih menghadapi tantangan besar, terutama dalam aspek kepastian hukum.
Pertanyaanya, adakah intervensi politik terhadapa kasus Hasto? Jawabnya tentu saja ada, karena penegakan hukum, apalagi menyangkut politisi, tak bebas dari intervensi politik. Konfigurasi politik suatu rezim sangat signifikan pengaruhnya terhadap produk hukum dan/ atau penegakan hukum.
Dalam teori, politik hukum adalah legal policy atau kebijakan resmi tentang hukum yang akan diberlakukan, baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum yang lama, dalam rangka mencapai tujuan negara.
Pada kenyataanya, hal ini acapkali dipraktekan juga dalam penegakan hukum, tentu demi tujuan politik penguasa dan kelompoknya. Sebab itu penegakan akan terhambat jika yang berperkara sedang memegang kendali kekuasaan, tapi amat tajam menelikung jika tak berkuasa lagi.