Scroll untuk baca artikel
Kolom

Oposisi Terbuka dan Keras

Redaksi
×

Oposisi Terbuka dan Keras

Sebarkan artikel ini
Oposisi Terbuka
Imam Trikarsohadi

PDIP, di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, memilih jalur oposisi terbuka dan keras terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran, bukan sekadar reaksi atas penahanan Hasto Kristiyanto, tetapi sebagai strategi politik untuk menegaskan posisi dan kekuatannya.

Oleh: Imam Trikarsohadi
(Dewan Pakar Pusat Kajian Manajemen Strategik)

UNTUK menghasilkan beras yang putih dan enak dinikmati, padi lebih dulu bergesekan dalam mesin penggilingan. Pun dalam dunia politik, agar jelas siapa sesungguhnya yang menempuh jalan bersih, maka tak perlu selalu dengan kompromi, sesekali perlu gesekan yang kuat.

Seperti diketahui Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menginstruksikan seluruh kepala daerah terpilih dari partainya untuk menunda rencana mengikuti retret kepala daerah di Magelang, Jawa Tengah selama sepekan pada 21-28 Februari 2025.

Instruksi itu disampaikan Megawati melalui surat nomor 7295/IN/DPP/II/2025 yang terbit pada 20 Februari 2025 malam, sebagai respons atas penahanan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto oleh KPK.

Bisa jadi, apa yang dilakukan Megawati adalah bagian dari manuver politik PDIP terhadap pemerintah. Ada semacam politik simbolik yang ingin menunjukan;” siapa yang lebih berkuasa”—semacam unjuk kekuatan bahwa otoritas politik utama bagi kepala daerah bukanlah presiden, melainkan partai yang mengusung mereka.

Ini mengandung pesan simbolik bahwa kesetiaan politik dimaknai tegak lurus partai, sekaligus memperkuat dominasi partai atas kader-kadernya di pemerintahan daerah.

Instruksi Mega juga dapat berarti bentuk perlawanan politik. Larangan tersebut bisa dilihat sebagai sikap oposisi terbuka yang lebih tegas. Hal itu menunjukkan diferensiasi politik dan menjaga loyalitas kader terhadap partai.

Hal tersebut merupakan bagian dari strategi untuk menekan pemerintah dalam keputusannya melalui KPK yang melakukan penahanan terhadap Sekjen PDIP. Dalam konteks itu dinilai ada kepentingan partai yang merasa tidak diakomodasi.

Hal tersebut sekaligus sebagai semacam langkah ini awal membuka ruang negosiasi. Dengan melarang kadernya mengikuti program pemerintah, Megawati bisa memposisikan partainya sebagai kekuatan yang harus diperhitungkan, sehingga pemerintah (presiden) perlu melakukan lobi atau negosiasi lebih lanjut.

Megawati juga nampaknya mulai menggadang pertarungan narasi. Dengan melarang kadernya mengikuti program presiden, ia berusaha menggiring narasi bahwa ada kepentingan politik yang lebih besar dari sekadar mengikuti program pemerintah (retret).

Tapi, apapun itu, Megawati nampaknya telah berketetapan membawa partainya menjadi oposisi terbuka dan keras terhadap pemerintahan Prabowo – Gibran. Jadi bukan sekedar reaksi atas penahanan Hasto oleh KPK.