Kinerja pendapatan APBN 2021 memang cukup baik. Namun, terlampau berlebihan jika diklaim sebagai petanda pemulihan yang kuat, apalagi seolah dipastikan terus berlanjut tahun 2022.
REALISASI Pendapatan Negara tahun 2021 dilaporkan melampaui target hingga mencapai 114,9% dari target APBN. Menteri Keuangan Sri Mulyani menilainya sebagai suatu recovery dan rebound yang sangat kuat.
“Tahun ini masih ada pandemi yang memukul dengan Delta dan Omicron, namun kita masih bisa tumbuh di 21,6 (persen),” kata Menkeu. Pemulihannya dianggap sudah jauh melebihi kontraksi tahun 2020. Capaiannya lebih tinggi dari tahun 2019, pre-covid level.
Kinerja APBN 2021 yang makin baik dianggap sinyal positif berlanjutnya pemulihan ekonomi yang semakin kuat di tahun 2022. APBN diklaim telah berperan melindungi keselamatan masyarakat sekaligus sebagai motor pengungkit pemulihan ekonomi.
Kinerja pendapatan APBN 2021 memang cukup baik. Namun, terlampau berlebihan jika diklaim sebagai petanda pemulihan yang kuat, apalagi seolah dipastikan terus berlanjut tahun 2022. Hal itu bisa dianalisis dari perkembangan data, rincian data pendapatan, serta faktor penyebab utama peningkatan.
Penalaran secara umum pasti akan memeriksa terlebih dahulu, apakah bukan targetnya yang terlampau rendah. Sedangkan persentase kenaikan yang amat tinggi mungkin karena tahun sebelumnya telah sangat rendah (lowbaseline effect). Selanjutnya perlu dicermati bagaimana perkembangan tahun-tahun sebelumnya.
Capaian melebihi target jarang tercapai selama era Pemerintahan Presiden Jokowi. Hanya pernah dua kali. Sebelumnya, pada tahun 2018 yang mencapai 102,58%. Secara persentase dari target, capaian tahun 2021 merupakan yang tertinggi sejak tahun 2000.
Kenaikan sebesar 21,56% merupakan yang tertinggi sejak tahun 2011 yang sebesar 21,64%. Pada tahun-tahun sebelumnya lagi, laju kenaikan yang tinggi cukup sering terjadi. Kenaikan rata-rata per tahun pada beberapa era, tercatat sebagai berikut: tahun 2001-2004 (19,57%), tahun 2005-2009 (17,56%), 2010-2014 (12,94%), dan 2015-2019 (4,49%).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ada faktor target yang konservatif dan kontraksi (-15,95%) pada tahun 2020. Berbeda misalnya dengan fenomena tahun 2008, yang tumbuh 38 dan mencapai 109,68% dari target. Padahal tahun 2007 telah tumbuh 10,94%.
Tidak salah jika disebut capaian pendapatan tahun 2021 sebesar Rp2.003 triliun telah melampaui sebelum pandemi karena tahun 2019 hanya sebesar Rp1.961 triliun. Namun jika menimbang rata-rata kenaikan era Jokowi (2015-2019) saja, maka kondisinya belum pulih.
Perhitungan pulih setidaknya menimbang “kesempatan yang hilang” selama dua tahun berturut-turut. Dalam pertimbangan ini termasuk faktor inflasi. Layak disebut pulih atau setara tahun 2019 adalah andai tahun 2021 mencapai Rp2.141 triliun atau lebih.
Persentase kenaikan dan capaian dari target Pendapatan Negara tahun 2021 juga perlu dicermati dalam rinciannya. Pendapatan sebesar Rp2.003,1 triliun terdiri dari: penerimaan perpajakan sebesar Rp1.546,51 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp451,98 triliun, dan hibah sebesar Rp4,57 triliun.
Pendapatan Negara secara keseluruhan memang mencapai 114,9% dari target. PNBP tercatat melesat jauh melampaui target hingga mencapai 151, 57%. Penerimaan Bea dan Cukai mencapai 125,1% dari target. Meski melampaui target, capaian penerimaan pajak hanya 103,9%.