Merapatnya Ukraina ke NATO membuat Rusia meradang. Kondisi geopolitik ini membuat khawatir banyak negara akan terjadinya Perang Dunia III.
BARISAN.CO – Valentina Omelnycka, wanita berusia 63 tahun dan suaminya Andriy Dmytryuchenko, memutuskan untuk tetap tinggal di rumah mereka di Desa Nevelske. Sebuah desa di wilayah Donbas Ukraina Timur yang jadi saksi konflik dengan Rusia.
Ladang gandum di desa itu tak terurus terkubur di bawah lapisan salju yang tebal. Dinginnya salju tak mampu mendinginkan panasnya konflik antara pasukan Ukraina dan Rusia.
Dmytryuchenko ingat, pada dini hari tanggal 18 November 2014 silam, ia melihat cahaya di langit melalui jendela dan mengajak Omelnycka dan anak tiri Olha Snehovska, 36, ke tempat perlindungan mereka di ruang bawah tanah.
“Semuanya bergetar, dan ketika kami keluar semuanya hilang dan kami tidak tidur sama sekali malam itu. Kami melihat sekeliling halaman dan melihat lumbung hilang, bebek-bebek dan babi pada mati, pecahan peluru berserakan. Kami berusaha keras untuk membuatnya bagus dan semuanya hancur dalam 40 menit,” ujar Dmytryuchenko dikutip dari aljazeera.com.
Penduduk di sana telah melewati lebih dari tujuh tahun hidup dalam panasnya konflik. Saat sekelompok orang yang dianggap separatis, yang didukung Rusia, menguasai beberapa wilayah di Donbas. Donbas adalah pusat pertambangan dan industri yang secara ekonomi vital bagi Ukraina.
Akar Konflik Rusia – Ukraina: Bahasa dan Kelaparan
Sejarah perang Rusia dan Ukraina dapat ditarik dari era kerajaan Kievan Rus yang merupakan akar bangsa kedua negara tersebut. Hubungan Ukraina dan Rusia sendiri panjang dan rumit sejak zaman dulu, yang sempat diselingi gesekan dan konflik.
Sejarah hubungan Ukraina dan Rusia berasal dari satu milenium lalu. Saat kerajaan Kievan Rus berdiri. Wilayah itu antara abad ke-9 hingga ke-13 membentang di bagian-bagian yang sekarang disebut Rusia, Ukraina, dan Belarus.
Moskow, Ibukota Rusia hari ini menganggapnya sebagai tempat lahir Rusia modern.
“Rusia dan Ukraina adalah satu bangsa, satu kesatuan, berasal dari ruang sejarah dan spiritual yang pada dasarnya sama.” kata Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam esainya yang berjudul “Tentang kesatuan sejarah Rusia dan Ukraina”.
Putin, saat konferensi pers akhir tahun pada Desember 2021, kembali menegaskan bahwa Ukraina diciptakan oleh pendiri Uni Soviet Vladimir Lenin pada 1920-an. Dan menurutnya, perbedaan antara kedua negara itu dibuat-buat.
Bahasa
Setelah Ukraina merdeka berkat pecahnya Uni Soviet pada 1991, bahasa Ukraina yang termasuk dalam rumpun bahasa Slavia Timur menjadi bahasa resmi negara.
Sejak itu, mengutip Kompas.com, Moskow berulang kali menuduh Kiev memudarkan unsur Rusia di Ukraina dengan mempromosikan bahasa Ukraina. Sementara Ukraina mengatakan, tujuannya adalah untuk membatalkan “Rusifikasi” yang berasal dari Kekaisaran Rusia dan era Soviet.
Sejatinya, mayoritas penduduk Rusia bilingual tetapi menganggap bahasa Ukraina sebagai bahasa ibu mereka. Adapun bahasa Rusia dominan di selatan dan timur, termasuk wilayah yang dikuasai separatis pro-Moskwa sejak 2014.
Holodomor
Selain masalah bahasa, peristiwa kelaparan yang merenggut nyawa jutaan orang di Ukraina pada 1932-1933, adalah titik balik utama dalam hubungan Rusia-Ukraina.
Para sejarawan di Kiev menggambarkan peristiwa tersebut sebagai genosida atau Holodomor. Pemimpin Soviet saat itu Joseph Stalin dianggap sebagai yang bertanggungjawab karena menghukum warga Ukraina yang menentang kolektivisasi paksa lahan pertanian.
Di bawah Putin, pihak berwenang Rusia berusaha tidak mengungkit penindasan era Stalin. Moskow menolak narasi Kiev, dengan menempatkan peristiwa itu dalam konteks kelaparan lebih luas yang menghancurkan kawasan Asia Tengah dan Rusia.