Buku Psikologi Forensik karya Jack Kitaeff menyebut adanya mitos tentang pembunuh berantai. Namun, karakter Sin-woo dalam A Superior Day ini turut mematahkan mitos tersebut.
BARISAN.CO – OCN lagi-lagi menampilkan drama bergenre thriller setelah tahun lalu sukses dengan Times dan Uncanny Counter, kali ini melalui drama berjudul A Superior Day. Drakor ini mengisahkan tentang sosok pembunuh berantai, Kwon Si-woo (Lee Won-keun) yang keji. Bahkan, pada pembunuhan yang keempat, Sin-woo meminta korbannya untuk melahap makan malam yang dia hidangkan, yakni pecahan kaca.
Apa itu pembunuhan berantai? Dalam buku Psikologi Forensik karya Jack Kitaeff dijelaskan, biasanya merujuk pada kejadian di mana pelaku membunuh minimal 3 orang secara terpisah dari waktu ke waktu. Periode pendinginan untuk membunuh kembali bisa berhari-hari bahkan bertahun-tahun.
Dalam A Superior Day, pembunuhan dilakukan setiap dua tahun sekali. Sin-woo juga hanya mengincar perempuan kaya dan mendekatinya berbulan-bulan. Setelah adanya kedekatan, Sin-woo membunuh mereka. Atas dasar itulah, polisi menyimpulkan bahwa kasus itu bukanlah pembunuhan biasa melainkan pembunuhan berantai.
Dalam buku itu juga disebutkan terdapat mitos tentang pelaku. Salah satunya ialah pelaku biasanya penyendiri disfungsional. Menurut FBI, kebanyakan pembunuh berantai justru bukan orang aneh yang terpencil dan hidup menyendiri. Mereka tidak tampak seperti monster dan bisa berbaur dengan masyarakat. Oleh karena itu, sulit bagi kepolisian untuk menganggap mereka sebagai tersangka.
Ini sama seperti yang dijelaskan FBI karena karakter Sin-woo justru sosok yang ramah, mudah tersenyum, dan juga suka menolong orang lain. Maka, tak mengherankan, tak ada seorang pun yang mencurigainya sebagai pembunuh sama sekali.
Berdasarkan metode pembunuhan, Sin-woo tergolong pembunuh yang terorganisasi. Dia memiliki kecerdasan di atas rata-rata serta kompeten secara sosial. Sin-woo juga mampu mengendalikan emosi selama melakukan kejahatannya dan cenderung metodis serta terencana dengan baik dalam setiap aksinya.
A Superior Day: Tanda yang Ditinggalkan
Tidak ada senjata yang ditinggalkan. Tidak ada sidik jari dan jejak apa pun untuk tes DNA oleh kepolisian. TKP amat bersih. Setelah pembunuhan terjadi, Sin-woo tampak menikmati pemberitaan tentang kejahatannya di media.
Kesulitan polisi menemukan pelaku justru dianggap sebagai kemenangan dan memberikan kepuasan oleh pelaku macam ini. Juga, pembunuhan tipe terorganisasi sering kali dianggap sebagai psikopat. Ya, Sin-woo memang psikopat gila, lebih jelasnya.
Kenapa demikian? Karena tanda khusus yang ditinggalkan olehnya begitu mengerikan. Sering kali, sebagai cara mengejek polisi atau klaim pertanggungjawaban dari pelaku.
Tiap pembunuh berantai memiliki tanda berbeda, termasuk Sin-woo. Dia meninggalkan lukisan yang ia gambar di dinding dari darah para korbannya. Sin-woo menganggapnya sebagai karya seni. Baginya, tidak ada yang bisa menggantikan warna merah yang ideal dan sempurna selain darah.
Sin-woo memang memiliki bakat sebagai seniman. Dia bahkan kembali ke TKP untuk merapikan lukisan yang dia anggap kurang sempurna.
Mengutip ABC News, profesor psikologi forensik di John Jay College of Criminal Justice, New York, Louis Schlessinger mengatakan, tanda adalah perilaku TKP ritualistik yang dilakukan pelaku untuk kepuasan psikoseksual.
“Ini melampaui apa yang diperlukan karena membunuh saja tidak cukup,” kata Louis.
Menurutnya, tanda di TKP itu sering diindikasikan, pelaku ingin membual tentang pencapaiannya. Sin-woo memang sempat membual kepada beberapa orang tentang tanda yang dia tinggalkan tersebut termasuk di depan salah satu petugas kepolisian yang menangani kasus pembunuhan di gedung apartemen di mana ia tinggal.