Scroll untuk baca artikel
Blog

Kenapa Pilih Maudy Ayunda untuk G20 yang Rumit?

Redaksi
×

Kenapa Pilih Maudy Ayunda untuk G20 yang Rumit?

Sebarkan artikel ini

ISTANA ini selalu riuh dengan kontroversi. Belum usai dengan pewaris Mustika Ratu Putri Kuswisnu Wardani yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) membesuk buzzer plus influencer Ade Armando, kini jagat media arus utama dan media sosial diramaikan dengan isu penunjukan Juru Bicara Presidensi G20 Maudy Ayunda.

Awalnya penunjukkan Maudy alumnus dua universitas bergengsi di dunia ini, Inggris (Oxford University) dan Amerika Serikat (Stanford University), tak terindikasi masalah. Baru setelah adanya keluhan dari media asing reaksi publik langsung viral.

Bloomberg termasuk yang mempermasalahkan kapasitas Maudy Ayunda yang dianggap tidak memiliki pengalaman diplomatik dan ekonomi. Sejumlah analis lokal menyebutkan penunjukan Maudy Ayunda sebagai jubir dalam perhelatan dunia selevel G20 selain sebagai wujud kesombongan juga dianggap sebagai gimik.

Alasan pemerintah yang menyebut Maudy Ayunda sebagai sosok pintar serta menguasai sejumlah bahasa asing, sebaliknya dinilai analis justru tidak menguasai hal paling dasar yaitu terkait ekonomi global dan juga geopolitik dunia. Apalagi Presidensi G20 kali ini menempatkan Indonesia dalam dilematis.

Untuk sekelas jubir dalam perhelatan dunia seharusnya dijabat oleh ahli atau diplomat berkelas dunia. Tidak hanya sebagai gimik apalagi hanya tujuan untuk menginspirasi anak muda Indonesia (kelompok milenial dan generasi Z).

Karena seorang jubir tidak hanya menghubungkan ide-ide G20 dengan publik Indonesia. Tetapi yang lebih penting lagi seorang jubir menjadi penyampai ide dan gagasan serta rupa dan wajah Indonesia untuk masyarakat dunia.

Boikot G20

Isu boikot G20 jelas bukan perkara mudah. Isu ini menempatkan Indonesia dalam posisi sangat sulit. Dalam peribahasa lawas, dimakan ayah mati dan dimakan mama yang mati.

Ancaman boikot KTT G20 di Bali yang dilontarkan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat jika tetap Indonesia keukeuh mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin, jelas bukan perkara sederhana.

Isu ini dipastikan akan terus menjadi headline media lokal dan dunia sampai detik-detik acara KTT G20 berlangsung pada 30 November 2022. Rencana kedatangan Putin ke Indonesia disampaikan langsung Duta Besar Rusia di Jakarta Lyudmila Georgievna Vorobieva, dalam jumpa pers Rabu (23/3/2022).

Perang Rusia versus Ukraina memang di luar dugaan. Perang mengundang reaksi dari anggota NATO. Ketika Indonesia kebagian giliran sebagai Presidensi G20 dalam KTT di Italia tanggal 30-31 Oktober 2021, sepertinya penyelenggaran kelompok negara yang menjadi representasi dari 85% perekonomian dunia, 80% investasi global, 75% perdagangan internasional dan 60% populasi dunia, tidak akan menemukan masalah.

Sejak penyerahan secara simbolis presidensi di Italia, berbagai atribut kampanye dan logo terpasang di mana-mana. Setiap acara dan kegiatan pemerintah tak lepas dari logo Presidensi G20. Hampir menyerupai kampanye partai politik menjelang Pemilu.

Kampanye besar-besaran itu sangat wajar. Apalagi penyelenggaraan bisa dikapitalisasi dan diglorifikasi sebagai keberhasilan pemerintah. Karena sebagian elite negeri ini berusaha menempatkan KTT G20 ini sebagai prestasi. Padahal, menurut analis Rocky Gerung, Presidensi G20 tak lebih dari sebuah acara giliran dan untuk tahun 2022 ini memang yang kebagian jatah Indonesia.

KTT G20 adalah pertaruhan juga bagi Presiden Jokowi di masa akhir jabatannya. Sukses KTT G20, juga kesuksesan Jokowi. Begitu juga sebaliknya.

Sejarah juga akan mencatat di Istana Kepresiden sejauh ini ada dua perempuan jubir nan cantik, Jubir Presidensi G20 Maudy Ayunda dan Jubir Covid-19 Reisa Broto Asmoro.