Selama 20 tahun berturut-turut, perawat telah mempertahankan posisinya menjadi nomor satu dalam Jajak Pendapat Profesi Paling Jujur dan Etis versi Gallup. Namun, hingga hari ini, stereotip terhadap perawat laki-laki masih juga terjadi.
BARISAN.CO – Perawat telah mempertahankan posisinya menjadi nomor satu dalam Jajak Pendapat Profesi Paling Jujur dan Etis versi Gallup selama 20 tahun berturut-turut. Termasuk saat dunia memasuki tahun ketiga pandemi Covid-19.
Keperawatan diakui sebagai profesi sejak pertengahan abad ke-19. Di dunia, ada sekitar 28 juta perawat. Berdasarkan data dari 191 negara yang berpartisipasi dalam laporan State of The World’s Nursing, 90 persen perawat adalah perempuan. Stereotip dan stigma yang berkembang menyebabkan sulitnya menaikkan jumlah perawat laki-laki.
Seorang perawat Afrika-Amerika, Joe Hogan berjuang mengakhiri diskriminasi gender di sekolah perawat, Mississippi University for Women. Joe Hogan pada tahun 1979 adalah perawat bedah dan penyelia keperawatan di pusat medis di Columbia, Mississippi. Tanpa mendapatkan gelar sarjana, maka berarti dia melewatkan kesempatan meningkatan karir dan gaji yang lebih tinggi.
Dia mendaftarkan diri di universitas kota asalnya. Namun, masalahnya tercermin dari nama sekolahnya. Lamarannya ditolak. Kasus itu pun berlanjut ke meja hijau.
Sekolah tersebut menyatakan program keperawatan yang dibiayai oleh negara itu tidak melanggar undang-undang diskriminasi gender karena kebijakan penerimaan satu jenis kelamin adalah bentuk afimartif.
Pada 1 Juli 1982 pengadilan memutuskan, sekolah itu telah melanggar hak konstitusional Joe Hogan atas perlindungan hukum yang sama yang dijamin oleh Amandemen Keempat Belas AS dengan melarangnya masuk ke sekolah perawat.
Namun, hingga saat ini masih terjadi stereotip terhadap perawat laki-laki. Mengutip Diversity Nursing, berikut ini 3 stereotip keperawatan laki-laki yang harus dimusnahkan;
1. Pekerjaan perempuan
Satu stereotip paling umum ialah mayoritas perawat adalah perempuan. Orang cenderung mengasosiasikan pengasuhan dan perawatan menjadi tugas perempuan. Laki-laki dianggap kurang cakap untuk melakukannya.
Kesalahpahaman ini menghalangi lelaki terampil menyelami profesi ini.
“Di lingkungan saya, terutama teman-teman lama saya, mereka selalu berpikir bahwa menjadi perawat adalah pekerjaan bagi perempuan. Jadi saya menunda menjadi perempuan dalam waktu yang lama,” kata Geovany Ruiz yang berencana bekerja sebagai perawat Onkologi.
Dia menambahkan, ketika melakukan pekerjaan itu tidak ada masalah tentang gender.
“Kita berdua bisa melakukan pekerjaan itu,” lanjutnya.
2. Orientasi Seksual
Stereotip lain dari bidang ini ialah orientasi seksual, termasuk keyakinan bahwa perawat laki-laki adalah gay.
“Penting untuk dicatat, stereotip ini sering dipicu oleh rasa tidak aman dan ketakutan pasien. Jangan diambil hati, tetap tenang, dan bersabar menghadapinya. Sekali lagi, mengedukasi pasien tentang peran keperawatan yang perkembang dan bukan peran spesifik gender dapat membantu memerangi stereotip ini,” nasihat George Zangaro, perawat berlisensi dari Associate Dean di Sekolah Keperawatan Universitas Walden.