Berkat perjuangan Chima Williams juga, Pengadilan Belanda pada Januari 2021 memutus Royal Dutch Shell bersalah atas tumpahan minyak yang terjadi di Nigeria.
BARISAN.CO – Pengacara lingkungan asal Nigeria, Chima Williams dinobatkan sebagai penerima Goldman Prize Winner 2022. Penghargaan itu adalah Green Nobel Prize untuk advokasi akar rumput yang melindungi lingkungan.
Pada Rabu (26/5/2022), penghargaan lingkungan itu diberikan kepada enam aktivis akar rumput dari masing-masing benua di dunia, kecuali Antartika. Selain Chima, Goldman Enviromental Foundation juga memberikan penghargaan kepada Niwat Roykaew (Thailand), Marjan Minnessma (Belanda), Juliet Vincent (Australia), Nalleli Cobo (AS), dan Alexander Narvaez serta Alex Lucitante (Ekuador).
Lulusan Universitas Benin itu telah bergabung dengan gerakan lingkungan di Nigeria sejak 1990-an sebagai sukarelawan mahasiswa untuk Enviromental Rights Action (ERA). Kemudian, dia mendirikan Student Enviromental Assembly Nigeria, kelompok keadilan lingkungan pertama yang dijalankan oleh mahasiswa di negara itu.
Kini, dia menjadi pejabat direktur eksekutif di Enverironmental Rights Action/Friends of the Earth Nigeria (ERA/FoEN). Aktivis ini menjabat sebagai pengacara yang menuntut perusahaan transnasional atas kasus pencemaran lingkungan di Nigeria.
Chima tahu betul, tumpahan minyak di Goi dan Oruma melalui pekerjaannya dengan komunitas Delta Niger lainnya. Dia amat prihatin atas kerusakan lingkungan yang terjadi di sana. Dia menyadari, sulit untuk meminta pertanggungjawaban perusahan minyak dalam sistem pengadilan Nigeria. Sering kali, perusahaan dapat menunda proses hukum tanpa batas waktu dan otoritas pemerintah juga terkadang rentan terhadap korupsi, bahkan penegakan hukum menjadi tugas yang sangat berat.
Antara tahun 2004-2007, terjadi tumpahan minyak di Nigeria akibat eksplorasi dari anak perusahaan Shell, SPDC. Namun, mereka mengklaim tidak bertanggung jawab atas kejadian itu. Shell berdalih, tumpahan itu karena SPDC adalah operatornya.
Chima bersama masyarakat Goi dan Oruma tidak putus asa. Mereka menempuh upaya hukum terhadap Royal Dutch Shell dan SPDC di Belanda. Tahun 2008, mereka bermitra dengan Friends of the Earth Netherlands.
Chima membantu para korban memperoleh keadilan setelah pendapatan petani dan nelayan hilang karena tanah dan saluran air terkontaminasi. Selain itu, menuntut perusahaan agar memperbaiki pemeliharaan pipa.
Pada 2013, Pengadilan Distrik Den Haag memutus Royal Sutch Shell tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan SPDC. Chima mengajukan banding atas putusan itu.
Kala menunggu persidangan berikutnya, di tahun 2014, Chima dan tim hukumnya mendapatkan akses ke dokumen-dokumen Shell internal yang mengungkapkan, Royal Dutch Shell tahu bahwa pipa Pemerntah Indonesia tidak dirawat dengan baik dan membutuhkan penggantian. Akan tetapi, para eksekutip berbohong tentang hal itu di pengadilan.