“Pak Saat mesti banyak keliling keliling kampung, kondisi yang seperti Pak Saat ceritakan itu lazim di beberapa tempat di Jakarta.”
DEMIKIAN kata Pak Kyai DR Nur Alam Bakhtir yang rekam jejak melayani masyarakat marginal sangat panjang meski sebenarnya jejaknya panjang terentang mulai dari musholla kampung hingga istana merdeka.
Kalimat itu diucapkan tatkala bulan-bulan awal di kantor BAZNAS (BAZIS) dan kami mendapatkan cobaan kebakaran di sekitar jalur KA di kampung Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru.
Kami kemudian berdiskusi tentang bagaimana membangun kampung-kampung yang terkategorikan kumuh.
Sayangnya setelah kami koordinasikan dengan pemerintahan kota ternyata daerah tersebut legalitas tanahnya tidak clear and clean sehingga akan menjadi risiko mendapatkan teguran atau tuntutan hukum (sue) bagi BAZNAS (BAZIS) jika membangunnya atau membantu membangun fisiknya.
Kondisi demikian lah yang sering menghambat
Dua minggu setelahnya kami di ajak Kyai Nur Alam untuk turun dan melakukan penelaahan di kampung Kerang Jakut yang waktu itu belum selesai revitalisasi, sehingga jalan inspeksi dan sekaligus tanggulnya masih dalam tahap pengerjaan.
Di kampung itu secara kebetulan pada periode tersebut sedang ada satu rumah yang mendapatkan bantuan bedah rumah dari BAZNAS (BAZIS) yang merupakan program rutin.
Setiap tahunnya kami membangun ulang rumah para mustahik yang benar-benar tidak mampu sehingga rumahnya hampir ambruk sebanyak hampir 400 rumah (untuk ini kapan kapan akan saya tuliskan) .
Hasil assessment itu seminggu kemudian kami presentasi kan ke pleno BAZNAS (BAZIS). Hasilnya, beberapa rumah memang layak untuk di bangun ulang karena penghuninya yang memenuhi syarat sebagai penerima zakat dan juga karena bangunannya yang memprihatinkan.
Akan tetapi letak rumahnya berselang-seling dengan yang mampu yang secara fikih tidak berhak menerima dana dari zakat.
Kondisi demikian menjadikan sulit untuk membuat keputusan bersama untuk menjadikan dalam satu tema sebagaimana yang di harapkan untuk program bebenah kawasan.
Program di Cilincing itu akhirnya belum bisa di jalankan.
Sebenarnyalah program bebenah kawasan ini kemudian kami masukkan dalam rencana jangka panjang BAZNAS (BAZIS) untuk mengurangi kemiskinan di Jakarta yang dilakukan dengan pendekatan pembangunan komunitas dan kolaborasi antar warga dan mengundang sebanyak mungkin kolaborator untuk ikut membersamai.
Konsep yang kami siapkan untuk pengembangan kawasan ini adalah mengikuti arahan gubernur yang ingin agar kota Jakarta menjadi kota yang hidup (city regeneration).
Maka kami membangun kawasan dengan konsep menghidupkan kampung, sebagaimana dikatakan secara singkat oleh beliau “Hilangkan kumuhnya, hidupkan kampungnya“
Hilangkan atau kurangi vulnerability baik fisik maupun non fisik, lalu angkat dan hidupkan potensinya. Begitulah konsep Kampung Regeneration.
Ternyata membangun, menghidupkan kampung seperti itu tidaklah mudah pada masyarakat yang tidak ada dorongan kuat untuk merubahnya.
Hal ini karena pada dasarnya mereka cenderung mapan dan tidak mau berubah. Atau karena tidak adanya organisasi sosial yang cukup kuat maka keputusan bersama sulit terjadi.
Kamis, 2 Januari 2020, hujan tidak juga reda sejak senja menutupi matahari di akhir tahun, Bendung Katulampa meluap-luap, data BMKG, curah hujan pada 31 Desember 2019 sampai 1 Januari 2020 masuk kategori ekstrem, yakni lebih dari 150 mm per hari.
Beberapa tempat di Jakarta tergenang dan kami menyalurkan bantuan dan sambil belajar melakukan rescue, maklum saja karena pasukan tanggap bencana belum genap sebulan kita dirikan, seragamnya pun masih bau pasar Tanah Abang.
Pantaslah jika kami agak kedodoran. Group WA BAZNAS (BAZIS) TANGGAP BENCANA (BTB) berdering dering , 8 rumah di Balekambang Kramat Jati Jakarta Timur rusak diterjang banjir karena luapan kali Ciliwung. Kami segera meluncurkan team untuk melakukan asesmen.