Lookism mengacu pada perlakuan diskriminatif terhadap orang-orang yang dianggap secara fisik tidak menarik.
BARISAN.CO – Banyak dari kita tahu tentang berbagai bentuk prasangka dan diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, agama, dan lainnya. Namun, hanya sedikit yang memahami istilah ‘lookism‘.
Istilah itu diciptakan oleh Washington Post Magazine pada tahun 1978. Lookism mengacu pada perlakuan diskriminatif terhadap orang-orang yang dianggap secara fisik tidak menarik. Utamanya di tempat kerja, tetapi juga dalam kencan dan lingkungan sosial lainnya.
Dengan kata lain, lookism berarti merendahkan orang-orang secara fisik dianggap tidak diinginkan oleh masyarakat dan menilai terlalu tinggi mereka yang dianggap menarik.
Lookism menimbulkan beberapa masalah serius. Ini terjadi karena kita sering mendefinisikan kecantikan fisik dengan cita-cita historis, budaya, dan hegemonik. Akan tetapi, sebenarnya, kecantikan ideal dan daya tarik fisik berubah seiring waktu. Lintas budaya dan bahkan di antara individu yang berbeda.
Mengutip BahaiTeaching.org, laporan jurnal tahun 2017 dari Utah State University menemukan, individu dengan tampilan fisik menarik secara konsisten dipilih untuk wawancara kerja dan lebih cenderung dipekerjakan untuk sebuah posisi pekerjaan.
Kecantikan, kemudian, benar-benar ada di mata yang melihatnya ketimbang mewakili beberapa standar universal yang digerakkan oleh media yang kita aplikasikan untuk semua orang.
Sementara, Profesor Heather Widdows dari University of Birmingham menyerukan aksi sosial kolektif untuk mengakui efek lookism dalam budaya visual dan virtual kita.
Dia menambahkan, prasangka itu lebih umum dan lebih merusak dalam budaya virtual. Heather menilai lookisme telah menjadi begitu umum sehingga kita menerimanya, dan bahkan lebih buruk lagi, mengharapkannya. Heather memaknai kata lookisme sebagai penampilan sehari-hari.
Penelitiannya menunjukkan, tampil cantik secara efektif telah menjadi kewajiban moral dalam masyarakat saat ini. Sementara kita dulu mendefinisikan diri kita dengan pikiran, kepribadian, atau karakter, memahat atau membeli tubuh yang sempurna atau ‘aku yang sempurna’ telah menjadi cita-cita etis untuk dijalani. Sehingga, kita menilai diri kita baik atau buruk, sukses atau buruk. Inilah yang membuat efek ‘everyday lookism’ begitu merusak.
“Komentar negatif tentang tubuh orang lain itu penting. Itu adalah prasangka yang tidak dapat diterima yang melukai secara mendalam,” katanya.
Dia melanjutkan, kita seharusnya tidak melakukannya. Menurutnya, prasangka seperti itu tidak hanya memengaruhi perempuan, tetapi juga semua orang.
“Kami meminta orang-orang untuk berbagi pengalaman mereka – untuk memberi tahu kami apa itu, bagaimana perasaan mereka, dan bersama-sama kita dapat melawannya,” jelasnya.